Bamsoet Berharap Preferential Trade Agreement Indonesia-Tunisia Segera Disepakati

Bamsoet Berharap Preferential Trade Agreement Indonesia-Tunisia Segera Disepakati
Ketua MPR RI Bambang Soesatyo saat menerima Duta Besar Tunisia untuk Indonesia, H.E. Mr. Riadh Dridi, di Ruang Kerja Ketua MPR RI, Jakarta, Kamis (23/1/2020). Foto: Humas MPR RI

jpnn.com, JAKARTA - Ketua MPR RI Bambang Soesatyo mendorong perundingan Preferential Trade Agreement (PTA) antara Indonesia - Tunisia yang sudah memasuki tahap akhir pembahasan, bisa segera menemukan titik temu sehingga MoU dapat segera ditandatangani pada awal tahun 2020 ini.

“Melalui PTA, Indonesia dan Tunisia akan saling memberikan prioritas dan kemudahan pajak bagi barang-barang produksi kedua Negara sehingga bisa meningkatkan neraca perdagangan dan volume ekspor. Apalagi neraca perdagangan kedua negara selama ini selalu surplus untuk Indonesia mencapai USD 22,42 juta. Dari total sekitar USD 87,96 juta, ekspor Indonesia ke Tunisia mencapai USD 55,19 juta dan impor dari Tunisia sebesar USD 32,77 juta," ujar Bamsoet usai menerima Duta Besar Tunisia untuk Indonesia, H.E. Mr. Riadh Dridi, di Ruang Kerja Ketua MPR RI, Jakarta, Kamis (23/1/20).

Wakil Ketua Umum KADIN Indonesia ini memaparkan, potensi ekspor Indonesia sangat besar untuk dikembangkan lebih jauh. Antara lain produk CPO dan turunannya, palm, benang, kakao, kopi, serta rempah-rempah seperti pala, lada, dan cengkeh. Posisi Tunisia juga sangat strategis sebagai pintu masuk produk Indonesia ke berbagai wilayah Mediterania dan Uni Eropa.

Melalui perjanjian Free Trade Agreement yang ditandatangani antara Tunisia dengan Uni Eropa pada 2008, membuat tarif bea masuk barang dari Tunisia ke Eropa menjadi 0 persen. Hal tersebut membuat 75 persen pasar ekspor Tunisia membanjiri Uni Eropa.

“Kita bisa memanfaatkan berbagai peluang tersebut, agar produk Indonesia yang sulit masuk ke Uni Eropa bisa mampir terlebih dahulu ke Tunisia. Terpenting kedua negara sama-sama diuntungkan, sama-sama mendatangkan devisa," tandas Bamsoet.

Wakil Ketua Umum Pemuda Pancasila ini juga memberikan peluang kepada Tunisia untuk aktif terlibat dalam berbagai investasi di Indonesia. Khususnya, di tujuh sektor prioritas seperti infrastruktur, manufaktur, kelautan, pertanian, pariwisata, ekonomi kreatif dan industri digital.

"Pemimpin gerakan kemerdekaan Tunisia, Habib Bourguiba, pernah berkunjung ke Indonesia pada tahun 1951 untuk bertemu Presiden Soekarno. Bahkan Konferensi Asia Afrika di Bandung 1955 turut mendorong kemerdekaan Tunisia. Akhirnya pada 1956, Tunisia bisa memproklamirkan kemerdekaannya dari Prancis. Ini menunjukan betapa eratnya hubungan kedua negara. Keakraban yang sudah dibangun oleh kedua pemimpin bangsa tersebut harus dilanjutkan oleh kita semua. Selain melalui kerjasama ekonomi, sosial, dan budaya, juga melalui people to people contact," tandas Bamsoet.

Kepala Badan Bela Negara FKPPI ini menekankan, sebagai sesama Anggota Dewan Tidak Tetap Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa, Indonesia dan Tunisia juga perlu meningkatkan dialog. Sehingga bisa membangun kesepahaman dalam mencari solusi tentang tatanan dunia yang saat ini dipenuhi berbagai gejolak.

Bamsoet berharap perundingan Preferential Trade Agreement (PTA) antara Indonesia - Tunisia segera menemukan titik temu sehingga MoU dapat segera ditandatangani pada awal tahun 2020 ini.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News