Bamsoet: DPR Kejar Bahas Revisi Undang-Undang Pendidikan Kedokteran

Bamsoet: DPR Kejar Bahas Revisi Undang-Undang Pendidikan Kedokteran
Ketua DPR RI Bambang Soesatyo saat menerima Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI). Foto: Humas DPR

Karena berdasarkan aturan lembaga tersebut, kampus hanya berwenang di pendidikan dasar medis.

Sementera profesi dipegang kolegium. Selain itu, IDI menilai adanya Dokter Layanan Primer (DLP) bisa mengancam posisi 50.000 lebih dokter umum yang sudah mengabdikan dirinya di berbagai daerah.

Menyikapi hal tersebut, legislator Dapil VII Jawa Tengah yang meliputi Kabupaten Purbalingga, Banjarnegara, dan Kebumen ini mengajak IDI menjadi mitra kerja aktif DPR RI dan pemerintah, sehingga bisa memberikan masukan yang menyeluruh terhadap revisi UU Pendidikan Kedokteran. Jangan sampai hasil revisi menjadi mentah kembali lantaran tidak sesuai dengan aspirasi para tenaga medis.

"Pembahasan sebuah undang-undang harus dilakukan secara bottom up, menyesuaikan kebutuhan masyarakat, sehingga bisa menjawab permasalahan yang ada di lapangan. Kita tidak ingin kelahiran undang-undang justru melahirkan masalah baru yang berkepanjangan. Untuk itu, partisipasi masyarakat yang berkepentingan sangat dibutuhkan. Berbagai masukan secara terang dan jelas sangat dibutuhkan, sehingga DPR RI dan pemerintah sebagai pembuat undang-undang bisa memahami apa kemauan para tenaga medis," terang Bamsoet.

Kepala Badan Bela Negara FKPPI ini menilai jumlah dokter yang mencapai 172.000 merupakan aset berharga yang perlu terus ditambah jumlahnya, sehingga bisa memaksimalkan peningkatan kesehatan masyarakat.

Sebagai profesi yang mempunyai kekhususan (lex specialis), dokter juga harus dilindungi profesinya.

"Saat menjadi Ketua Komisi III DPR RI yang membidangi Hukum, Hak Asasi Manusia, dan Keamanan, dalam pembahasan RUU KUHP, kita sudah bahas bersama Komisi Kepolisian Nasional dan berbagai pihak lainnya tentang pidana medik yang tidak bisa dimasukan dalam pidana umum. Hal ini bukan untuk melindungi tenaga medis dari jeratan hukum, melainkan untuk memastikan tegaknya keadilan atas asas hukum lex specialis derogat lex generalis," urai Bamsoet.

Wakil Ketua Umum Pemuda Pancasila ini menambahkan, ketentuan tersebut merupakan implementasi dari UU No 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, UU No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, dan UU No 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit.

Jika ada sebuah kasus terjadi kepada tenaga medis maka penyelesaiannya dilakukan terlebih dahulu di Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News