Bandar, Bandit, Badut

Oleh: Dhimam Abror Djuraid

Bandar, Bandit, Badut
Ilustrasi korupsi. Foto: (ANTARA/HO/20)

Bung Hatta menuai protes ketika menyebut korupsi sudah membudaya di Indonesia. 

Budaya seharusnya berasosiasi dengan hal-hal positif. 

Misalnya, pertanian adalah budaya karena melibatkan kebiasaan masyarakat mengolah tanah, bercocok tanam, dan menghasilkan produk yang bermanfaat. 

Akan tetapi, korupsi sebagai budaya? Yang dimaksud oleh Bung Hatta adalah budaya kita menunjang suburnya korupsi, terutama budaya feodal warisan zaman kerajaan yang kemudian makin disuburukan oleh penjajah Belanda.

Seorang pejabat harus bersifat benevolent, loman, dermawan kepada teman, sahabat, kerabat, dan handai tolan. 

Dia harus menolong dan membantu memberi pekerjaan dan menolong orang sekitar dan banyak menyumbang kegiatan sosial dan keagamaan. 

Karena itu, setiap ada pejabat yang dicokok karena korupsi, tetangga-tetangga yang diwawancarai media selalu mengatakan bahwa sang koruptor orang baik nan dermawan

Almarhum Adam Malik memopulerkan istilah “Semua Bisa Diatur” yang sampai sekarang masih dikutip oleh semua orang dan menjadi frasa yang khas dalam khazanah Bahasa Indonesia.

Kasus Mardani H. Maming menunjukkan korelasi yang rumit antara bisnis dan politik di Indonesia.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News