Bang Edi
Oleh: Dhimam Abror Djuraid

Intelektual kampus seharusnya berperan menjadi penengah di antara semua kesemerawutan ini. Akan tetapi, yang terjadi, perguruan tinggi, pers, hingga pakar intelektual itu justru ikut terseret masuk ke dalam pusaran, menjadi bagian yang memberi andil dalam keruntuhan intelektual.
Kampus sudah menjadi lembaga bisnis yang dikelola lebih sebagai perusahaan komersial yang profesional. Kematian kepakaran dipercepat dari dalam kampus sendiri.
Azyumardi Azra hidup dalam kondisi seperti itu. Akan tetapi, dia membuktikan bahwa intelektual masih tetap hidup.
Dia menerjunkan diri sebagai intelektual organik yang membela dan menyuarakan kepentingan rakyat akan keadilan. Ia berani berkata tidak kepada penguasa yang terjangkit sindrom ‘’Dunning-Kruger’’.
Masa hidupnya yang relatif pendek didedikasikannya untuk senantiasa menghidupkan dunia intelektual.
Dia berusaha menjadi manusia yang tercerahkan, ‘’Rausan Fikr’’ dalam istilah Ali Shariati.
Konsep Rausan Fikr itu selalu melekat dalam pikirannya, dan dia mengabadikannya sebagai nama salah satu anaknya. Selamat jalan, Bang Edi. (*)
Azyumardi Azra secara harfiah sudah meninggal dunia, tetapi legasi pemikirannya akan tetap hidup.
Redaktur & Reporter : M. Kusdharmadi
- Dari Jepara ke Dunia, Natural Wood Sukses Tembus 25 Negara
- Indosat Sukses Jaga Stabilitas Jaringan saat Lonjakan Trafik Data 21% pada Lebaran 2025
- Bela Dasco, Iwan Sumule: Media Jangan Berhalusinasi Merusak Nama Baik
- Tindakan Ajudan Kapolri Dianggap Bentuk Pelecehan Terhadap Kebebasan Pers
- Muncul Gerakan Kontra UU TNI, Nama Presiden Prabowo Disorot Warganet
- Polisi Punya Perangkat Komplet Ungkap Teror ke Tempo, Problemnya Tinggal Keinginan