Bang Edi
Oleh: Dhimam Abror Djuraid
![Bang Edi](https://cloud.jpnn.com/photo/arsip/watermark/2018/12/13/azyumardi-azra-foto-ricardojpnn.jpeg)
Intelektual kampus seharusnya berperan menjadi penengah di antara semua kesemerawutan ini. Akan tetapi, yang terjadi, perguruan tinggi, pers, hingga pakar intelektual itu justru ikut terseret masuk ke dalam pusaran, menjadi bagian yang memberi andil dalam keruntuhan intelektual.
Kampus sudah menjadi lembaga bisnis yang dikelola lebih sebagai perusahaan komersial yang profesional. Kematian kepakaran dipercepat dari dalam kampus sendiri.
Azyumardi Azra hidup dalam kondisi seperti itu. Akan tetapi, dia membuktikan bahwa intelektual masih tetap hidup.
Dia menerjunkan diri sebagai intelektual organik yang membela dan menyuarakan kepentingan rakyat akan keadilan. Ia berani berkata tidak kepada penguasa yang terjangkit sindrom ‘’Dunning-Kruger’’.
Masa hidupnya yang relatif pendek didedikasikannya untuk senantiasa menghidupkan dunia intelektual.
Dia berusaha menjadi manusia yang tercerahkan, ‘’Rausan Fikr’’ dalam istilah Ali Shariati.
Konsep Rausan Fikr itu selalu melekat dalam pikirannya, dan dia mengabadikannya sebagai nama salah satu anaknya. Selamat jalan, Bang Edi. (*)
Azyumardi Azra secara harfiah sudah meninggal dunia, tetapi legasi pemikirannya akan tetap hidup.
Redaktur & Reporter : M. Kusdharmadi
- Peran Media di Era Digital Makin Krusial, Pers Diminta Jaga Profesionalisme
- Dewan Langitan
- Soal Rumor Putus dengan Pacarnya, Nikita Mirzani: Enggak Usah Urus Percintaan Gue
- Strategi Baru Komnas HAM Membangun Interaksi Publik Melalui Media Sosial
- Ratu Sofya Tanggapi soal Rumor Pernikahan dengan Cornelio Sunny
- Pemerintah Kebut Perancangan Aturan Pembatasan Media Sosial Berdasarkan Usia