Bangun Sekolah Tahan Gempa Sekaligus 'Rescue Center'
Selasa, 17 November 2009 – 06:25 WIB
Yang saya agak heran ketika datang kembali ke situ, rumah di samping rumah pink itu. Di situ dulu saya bertemu Kamal. Seorang lelaki berumur 47 tahun yang sebelum gempa tinggal di Jakarta.
Kamal juga kehilangan 12 anggota keluarganya. Delapan orang berhasil ditemukan dalam keadaan hidup. Tapi, mereka meninggal karena tak ada akses untuk mendapatkan pertolongan. "Mereka hanya bertahan hidup selama dua hari," tuturnya dengan wajah sedih.
Ketika saya datang dulu, rumah tersebut tinggal separo. Tapi, gorden kamar, lemari hias (orang biasa menyebutnya bufet) di ruang tamu berikut isinya, dan televisinya masih utuh. Namun, lemari pintu hias itu sudah tak bisa lagi dibuka karena bagian depannya tertutup reruntuhan tembok dan atap rumah. Di halamannya juga masih berserakan beberapa kantong mayat bantuan Departemen Kesehatan yang berwarna kuning.
Saat saya kembali ke situ pekan lalu, sisa rumah itu sudah tak ada. Diganti dengan rumah kayu semi-permanen yang dihuni kelapa-kelapa. Di halamannya, seorang bapak setengah baya yang saya lupa namanya sedang sibuk membangun tungku untuk membakar kelapa-kelapa yang sudah kering tersebut.
Pada hari ke-40 pascagempa, wartawan dari grup JPNN kembali ke Gunung Tigo, Kabupaten Padang Pariaman. Sebelumnya, sepekan pasca gempa pun dia sudah
BERITA TERKAIT
- Eling Lan Waspada, Pameran Butet di Bali untuk Peringatkan Melik Nggendong Lali
- Grebeg Mulud Sekaten, Tradisi yang Diyakini Menambah Usia dan Menolak Bala
- AKBP Condro Sasongko, Polisi Jenaka di Tanah Jawara
- MP21 Freeport, Mengubah Lahan Gersang Limbah Tambang Menjadi Gesang
- Sekolah Asrama Taruna Papua, Ikhtiar Mendidik Anak-anak dari Suku Terpencil Menembus Garis Batas
- Kolonel Zainal Khairul: Pak Prabowo Satuan Khusus, Saya Infanteri dari 408