Banjir Bekasi Maret 2025, Kita Bukan Bangsa Pengendali Air?

Kalau tanpa kontrol, ruang terbuka hijau bisa semakin menyusut, saluran air tidak mampu mengimbangi curah hujan, dan banjir menjadi langganan tahunan.
Dari sisi tata kota, beberapa kota dunia bisa menjadi contoh. Tokyo, misalnya, memiliki sistem drainase bawah tanah yang mampu menampung limpahan air hujan sebelum dibuang ke sungai.
Kota-kota di Belanda juga menerapkan konsep polder yang bisa mengendalikan genangan tanpa merusak ekosistem sekitarnya.
Bahkan di Singapura, pemerintah memastikan setiap proyek pembangunan memiliki perhitungan mitigasi banjir. Indonesia, seharusnya, bisa belajar dari mereka.
Namun, masalah tata kota khususnya di Bekasi bukan hanya soal infrastruktur, tetapi juga kebijakan yang harus tegas dan tidak setengah hati.
Misalnya dalam hal izin pembangunan kawasan permukiman yang harus diberikan dengan memperhitungkan kapasitas drainase.
Daerah resapan air jangan begitu saja dibiarkan berubah menjadi kawasan perumahan, sementara jalur air semakin menyempit karena pembangunan yang serampangan.
Hal ini akan menyebabkan saat hujan deras turun, air tak punya tempat untuk pergi selain meluap ke jalanan dan permukiman warga.
Banjir Bekasi Maret 2025 menjadi pengingat betapa penting masalah tata kota dan pengelolaan air.
- Meminimalkan Potensi Banjir, Jokowi Meminta Normalisasi Sungai Ciliwung Dapat Dilanjutkan
- Pemerintah Klaim Banjir Bekasi Tak Pengaruhi Distribusi Pangan di Jakarta
- Banjir di Jalan Nelayan Rumbai Kian Parah, Warga Minta Pemerintah Memaksimalkan Bantuan
- Naik Helikopter Tinjau Banjir Jakarta, Pramono Anung Ungkap Kondisi Terkini
- Turun ke Lokasi Banjir, Walkot Pekanbaru Minta Warga Mewaspadai Buaya
- Soroti Banjir Jabodetabek, Saan NasDem Bicara Koordinasi dan Penataan Lahan