Bank Penyalur FLPP Kian Banyak

Bank Penyalur FLPP Kian Banyak
Ilustrasi Rumah. FOTO : Jawa Pos

jpnn.com - Apresiasi diberikan Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) Jatim karena jumlah bank penyalur kredit pemilikan rumah (KPR) melalui skema fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP) bertambah. Para pengembang rumah untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) pun memiliki beberapa alternatif pilihan.

Ketua Apersi Jatim Soepratno mengatakan, realisasi pembangunan rumah subsidi sudah 60 persen dari target yang ditetapkan. Pada 2018, Apersi Jatim menargetkan bisa membangun 12 ribu rumah untuk MBR. "Hingga kini sekitar 60 persen atau 7.200 rumah," katanya kemarin (22/8).

Dari total realisasi tersebut, sebanyak 65 persen menggunakan skema subsidi selisih bunga (SSB). Sebesar 35 persen sisanya menggunakan skema FLPP. "Kami mengapresiasi adanya penambahan bank penyalur. Dengan begitu, teman-teman pengembang bisa banyak pilihan dan memungkinkan adanya kompetisi dalam pelayanannya," lanjut Soepratno.

Sebagaimana diketahui, ada empat bank yang menandatangani perjanjian kerja sama operasional (PKO) sebagai bank pelaksana penyalur KPR melalui skema FLPP. Dengan demikian, total ada 43 bank penyalur KPR FLPP yang terdiri atas 30 bank konvensional dan 13 bank syariah.

Penambahan jumlah bank itu secara teori memang bisa mendongkrak penyaluran kredit FLPP. Namun, sebenarnya tidak sepenuhnya mengandalkan jumlah bank. "Sebab, ada faktor lain juga yang memengaruhi," urainya.

Yakni, ada ketentuan yang menyebutkan bahwa apabila akan melakukan akad realisasi kredit, pengembang harus memenuhi persyaratan khusus. Pengembang harus memenuhi sertifikat laik fungsi (SLF) terlebih dulu.

Saat ini SLF tersebut bisa digantikan dengan surat keterangan yang menyatakan tentang kualitas rumah. Surat itu ditandatangani pengawas yang memiliki sertifikat keahlian (SKA). SKA dikeluarkan lembaga pengembangan jasa konstruksi (LPJK). "Nah, proses itu bisa memakan waktu satu minggu," ujar Soepratno. Selain waktu, dibutuhkan biaya.

Menurut dia, proses tersebut tidak terlepas dari persiapan sebelum kebijakan SLF diterapkan. SLF akan diberlakukan tahun depan. Menurut Soepratno, kebijakan itu tidak sesuai bagi rumah bersubsidi. "Karena untuk rumah sederhana, sebenarnya itu tidak perlu," katanya. (res/c25/fal) 

Yakni, ada ketentuan yang menyebutkan bahwa apabila akan melakukan akad realisasi kredit, pengembang harus memenuhi persyaratan khusus


Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News