Banteng Vs Celeng

Oleh: Dhimam Abror Djuraid

Banteng Vs Celeng
Ilustrasi PDIP. Foto: dok.JPNN.com

Ancaman keras sudah dilontarkan kepada kader yang berani membelot, tetapi toh Puan tetap macet di papan bawah.

Ibarat klasemen kompetisi sepak bola, Puan berada di zona degradasi dan sangat sulit untuk bisa diselamatkan. Seperti logo PDIP yang menggambarkan sapi gemuk dalam lingkaran, sulit dan berat sekali mendorong Puan untuk bisa naik ke papan tengah, apalagi papan atas.

Bambang Pacul tetap yakin bahwa pada saatnya nanti Puan masih bisa didorong. Maklum, Pacul memang pendukung berat Puan.

Namun, bagi kader banteng yang lain, bahan baku Puan dianggap sulit untuk diolah menjadi paket yang layak jual. Karena itu, banyak kader banteng yang nekat menyeberang kepada Ganjar dan berani mengambil risiko dicelengkan.

Munculnya celeng di kandang banteng bukan fenomena baru. Sudah banyak kader banteng yang membelot dan memilih menjadi celeng dan mendirikan partai baru.

Eros Djarot adalah orang dekat Megawati yang menemaninya dalam perjuangan melawan Orde Baru. Belakangan, setelah PDIP lahir dan menjadi partai besar, Eros merasa kecewa terhadap partai. Eros pun mengundurkan diri pada 2002.

Eros kemudian membentuk Partai Nasionalis Bung Karno (PNBK) yang kemudian diubah menjadi Partai Nasionalis Banteng Kemerdekaan. Para kader banteng pendukung PNBK langsung dipecat dan dijadikan celeng.

Partai ini sempat tumbuh lumayan besar di beberapa daerah, tetapi kemudian menghilang dan mati.

Di kalangan para pendukung banteng, ada sebutan celeng untuk mengambarkan kader yang membelot.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News