Banteng Vs Celeng

Oleh: Dhimam Abror Djuraid

Banteng Vs Celeng
Ilustrasi PDIP. Foto: dok.JPNN.com

Kader banteng Roy BB Janis juga membelot dan mendirikan Partai Demokrasi Pembaruan (PDP) pada 2005. Namun, partai itu layu sebelum berkembang dan kemudian mati. Logo PDP lebih terlihat seperti sapi kurus yang tinggal tulang belulang, berbanding terbalik dengan sapi gemuk yang menjadi logo PDIP.

Salah satu kader terbaik PDIP yang membelot adalah Sophan Sophiaan. Ia politisi cum aktor andal. Reputasinya bersih dan jujur. Sama dengan Eros Djarot, Sophan membelot dan mengkritik keras kepemimpinan Mega.

Bedanya dengan Eros, Sophaan tidak membentuk partai baru. Ia memilih mengundurkan diri.

Itu hanya sebagian saja dari kisah para banteng yang beralih rupa menjadi celeng. Persaingan internal partai selalu mewarnai kiprah parpol di mana pun.

Partai-partai yang punya ideologi sama justru bersaing lebih keras. Sebelum bersaing dengan partai yang beda ideologi, partai-partai itu harus bersaing dengan partai yang berideologi sama.

PDIP pernah pecah. Partai Amanat Nasional (PAN) pecah menjadi Partai Ummat.

Lalu Partai Keadilan Sejahtera (PKS) pecah menjadi Partai Gelora. Dalam kuadran partai-partai ideologis, terjadi persaingan internal yang sangat keras. Biasanya persaingan itu lebih keras dibanding dengan persaingan melawan partai di luar kuadran.

Kuskridho Ambardi menulis disertasi dokotoral di Universitas Ohio, Amerika Serikat, dan menjadi buku ‘’Mengungkap Politik Kartel: Studi tentang Sistem Kepartaian di Indonesia Era Reformasi’’ (2009).

Di kalangan para pendukung banteng, ada sebutan celeng untuk mengambarkan kader yang membelot.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News