Banyak Diplomat Asing di Australia Perbudak Pembantunya
"Yang menjadi alasan adalah bahwa para diplomat memerlukan pembantu untuk mempersiapkan pesta makan malam atau memastikan rumah mereka bersih." kata Haigh.
"Tetapi ini mitos, khususnya di Canberra, karena ada begitu banyak perusahaan katering dan jasa lain yang bisa digunakan oleh kedutaan, sesuai dengan anggaran yang mereka punyai."
Heather Moore, dari Freedom Partnership, sebuah lembaga multi agama yang berusaha mengakhiri perbudakan modern mengatakan sistem yang ada mudah disalagunakan, dan sulit untuk melihat seberapa dalam masalah yang ada.
"Korbannya sangat tersembunyi, dan sangat sulit ditemukan, jadi sangat sulit bagi mereka untuk meminta pertolongan." kata Moore.
Juga sulit untuk mengadili para diplomat asing, karena sebagian besar memiliki kekebalan diplomatik.
Moore mengatakan sebagian besar staf lokal ini masuk ke Australia menggunakan visa 403,yang memang khusus diperuntukkan bagi staf diplomatik yang membawa pembantu.
Dia mengatakan mengetahui ada sedikitnya 20 kasus dimana staf itu diperlakukan dengan buruk, dengan kebanyakan mereka bekerja dalam kondisi seperti budak.
"Ini adalah bentuk perbudakan, dan ekploatasi yang menyentuh saya secara pribadi." katanya.
Banyak staf pembantu rumah tangga (PRT) yang dibawa ke Australia untuk bekerja di kedutaan dan konsulat ternyata tidak mendapat bayaran layak, diperlakukan
- Indonesia dan Kepulauan Solomon Sudah Bergabung dengan Negara-negara yang Melarang Senjata Nuklir
- Komunitas Lebanon di Australia Merasa Marah dan Sedih Atas Serangan Israel di Tanah Kelahirannya
- Angka Rabies di Bali Masih Tertinggi di Indonesia Meski Vaksinasi Sudah Dilakukan
- Dunia Hari Ini: Lebanon Mengatakan AS Jadi Kunci dalam Perang dengan Israel
- Dunia Hari Ini: Serangan Udara Israel Menewaskan Hampir 500 Jiwa
- Dunia Hari Ini: Sri Lanka Punya Presiden Baru