Banyak Laporan PNS Didzolimi Atasan
Selasa, 18 Agustus 2015 – 14:50 WIB
JAKARTA--Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) mengaku menerima banyak laporan dari PNS tentang perilaku pejabat pembina kepegawaian (PPK) yang mendzolimi para bawahannya. Laporan dan pengaduan ini diperkirakan akan bertambah banyak menjelang Pilkada.
"Sekarang ini kami mendengar dan terima laporan dari PNS, bahwa banyak yang didzolimi oleh para PPK di level menteri, gubernur, bupati, maupun walikota. PPK ini melakukan nonjob dan mutasi pegawai yang tidak sesuai mekanisme yang sudah ditetapkan," kata Komisioner KASN Tasdik Kinanto, Selasa (18/8).
Dia menambahkan, KASN akan melakukan klarifikasi untuk meminta kejelasan mengenai masalah tersebut. Jika memang ada beberapa proses yang tidak sesuai, KASN bisa melakukan pembatalan. Bisa juga diulang lagi prosesnya supaya sistem merit betul-betul terlaksana.
"Dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) 1/2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota, petahana dilarang melakukan penggantian enam bulan sebelum masa jabatannya berakhir. Kalau ada pejabat yang habis masa jabatannya akan digantikan oleh pelaksana tugas (plt)," bebernya.
Karena itu lanjutnya, Badan Kepegawaian Daerah (BKD) dan PPK harus mengimplementasikan sistem merit. "Kita harus punya komitmen yang sama supaya cara ini betul-betul efektif. Karena hal ini bertujuan untuk melindungi kepentingan ASN itu sendiri," tandasnya. (esy/jpnn)
JAKARTA--Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) mengaku menerima banyak laporan dari PNS tentang perilaku pejabat pembina kepegawaian (PPK) yang
Redaktur & Reporter : Tim Redaksi
BERITA TERKAIT
- Ada Guru Honorer Tidak Tahu Dibuka Rekrutmen PPPK 2024, Salah Siapa?
- Helena Lim Divonis 5 Tahun Penjara, Jaksa Ajukan Banding
- Seluruh Honorer Database BKN Akan Dicarikan Formasi PPPK 2024
- Sebut Kasus Hasto Politis, Todung Ungkit Ucapan Effendi Setelah Bertemu Jokowi
- Langkah Kejagung Menetapkan 5 Tersangka Korporasi Tanpa PT Timah Dinilai Mencurigakan
- KPK Panggil Petinggi BPR Bank Jepara Artha Terkait Kasus Kredit Fiktif Rp220 Miliar