Banyak Pekerja Start-Up yang Belum Tahu Haknya Sebagai Buruh

Sasa, yang meminta identitasnya disamarkan, dulu sangat bersemangat ketika ia diterima di salah satu perusahaan e-commerce ternama di Indonesia.
Tapi hanya menjelang satu tahun bekerja, ia memutuskan untuk keluar.
"Keluarnya waktu itu selain ada better opportunity memang dapat tawaran yang lebih bagus, tapi merasa culture nya kurang sehat waktu itu," ujarnya.
"Pace-nya cepat, yang bikin kita kerjanya enggak stop."
Sasa mengatakan jam kerja yang "fleksibel" merupakan kelebihan dari bekerja di start-up. Namun kata itu malah seperti pedang bermata dua.
"Jam pulangnya pun fleksibel, artinya molor ke belakang," ujar Sasa tergelak.
"Jadi masuk mungkin jam 10 atau setengah 11, masih oke meski tidak disarankan, tapi udahannya bisa lumayan malam, mungkin jam 8-an [baru] bisa keluar kantor, atau jam 9.
"Terus sampai rumah masih harus buka laptop lagi karena kerjaan belum selesai."
Para pekerja gedung tinggi seperti start-up, e-commerce dan perusahaan teknologi sering tidak sadar bahwa mereka juga adalah buruh dengan hak yang harusnya dilindungi
- Dunia Hari Ini: Jenazah Dua Pendaki Gunung Cartensz di Papua Sudah Dievakuasi
- Sulitnya Berbaik Sangka kepada Danantara
- Temu Mencoba Masuk Indonesia, Tapi Bukan Itu yang Dikhawatirkan UMKM
- Presiden AS dan PM Inggris Bertemu Untuk Akhiri Perang Ukraina
- Wamenaker Noel Pastikan Kemnaker Berada di Garis Terdepan Perjuangkan Hak Buruh Sritex
- Istri Mantan Atlet Australia Ingin Suaminya Ikut Diadili dalam Kasus Prostitusi