Banyak Pilot Jarang Terbang Selama Pandemi, Mungkinkah Kemampuan Mereka Jadi Menurun?

Shukor Yusof, pendiri perusahaan konsultan penerbangan Endau Analytics, mengatakan biaya simulator penerbangan yang terlalu mahal dan perannya yang pentingnya dalam pelatihan, membuat maskapai penerbangan dengan biaya murah tidak bisa mendapatkannya.
"Peralatannya mahal sekali, harganya sekitar [$26 juta]. Dan tidak semua maskapai penerbangan memilikinya," katanya.
David juga mengatakan pemberian pelatihan dalam simulator khusus adalah "hal yang sangat baik", namun membutuhkan pengeluaran jauh lebih banyak dari perusahaan.
"Mahal sekali, tidak mungkin perusahaan dapat menyediakan itu ke setiap pilot mereka di luar jadwal mereka, karena validasinya enam bulan untuk seorang kapten pilot bisa lulus simulator dan tidak perlu menyentuhnya," ujarnya yang mengaku tidak melalui pelatihan apapun sebelum kembali menerbangkan pesawat.

Memastikan keselamatan penerbangan di negara berkembang
Menurut Shukor, dalam sebuah negara yang tidak memiliki persediaan simulator memadai, pasti ada permasalahan.
"Pilot di pasar negara berkembang, seperti IndoTiongkok, Filipina, Indonesia, tidak memiliki jumlah simulator memadai. Jadi harus bagaimana? Ini adalah salah satu bahaya yang dihadapi industri saat ini."
Dengan kondisi seperti ini, David mengatakan diperlukan ketegasan dari divisi pelatihan setiap maskapai untuk memastikan para pilot taat kepada SOP yang ada.
Untuk pertama kalinya setelah tujuh bulan tidak terbang, David Sapulete, pilot asal Tangerang menerbangkan pesawatnya pada akhir Oktober lalu dengan mengikuti protokol kesehatan
- Paus Fransiskus, Pemimpin Gereja Katolik yang Reformis, Meninggal Dunia pada Usia 88 tahun
- Dunia Hari Ini: PM Australia Sebut Rencana Militer Rusia di Indonesia sebagai 'Propaganda'
- Sulitnya Beli Rumah Bagi Anak Muda Jadi Salah Satu Topik di Pemilu Australia
- Rusia Menanggapi Klaim Upayanya Mengakses Pangkalan Militer di Indonesia
- Dunia Hari Ini: Siap Hadapi Perang, Warga Eropa Diminta Sisihkan Bekal untuk 72 Jam
- Rusia Mengincar Pangkalan Udara di Indonesia, Begini Reaksi Australia