Banyak yang Tersesat Doktrin, Malah Jadi Korban Propaganda Teroris
jpnn.com, JAKARTA - Kolaborasi erat antara pemerintah dengan masyarakat diperlukan untuk mencegah penyebaran terorisme di Indonesia.
Menurut pengamat intelijen dan keamanan Stanislaus Riyanta, pemerintah perlu memperkuat kapasitas masyarakat dan menjalin komunikasi secara terus menerus.
"Kolaborasi antara state actor dan non state actor ini sangat penting untuk pencegahan terorisme, karena terorisme tidak mungkin diurus hanya oleh pemerintah," kata Stanislaus pada Senin (5/4).
Stanislaus mengatakan kunci pencegahan kelompok intoleran ada di masyarakat, terutama keluarga. Deteksi dini benih radikalisme dan terorisme pertama kali di tingkat keluarga.
"Negara perlu memberikan pembekalan kepada semua keluarga dan masyarakat untuk mampu melakukan deteksi dini atas ideologi radikal terorisme," katanya.
Stanislaus berpendapat radikalisme dan terorisme terus berkembang secara pesat. Keberadaan tekonologi dan jaringan internet memudahkan propaganda kepada siapapun tanpa mengenal batas dan jarak.
"Selain itu, kelompok ini (teroris) menggunakan dalil-dalil dan propaganda ideologis sehingga ketika berhasil melakukan doktrinasi, ideologi tersebut akan sangat sulit diubah," ujar
Stanislaus.
Dia mengatakan kelompok transnasional seperti ISIS dan Alqaeda memang tujuan utamanya politik, yakni meraih kekuasaan.
Kelompok transnasional menggalang massa dengan doktrinasi ideologi mengajak ke arah radikalisme dan terorisme.
- Densus 88 Bubarkan Jamaah Islamiyah, Ormas yang Pernah Ledakkan HKBP Hangtuah Pekanbaru
- Irjen Eddy Hartono Jadi Kepala BNPT, Sahroni Minta Lanjutkan Pencapaian Zero Terrorist Attack
- Teroris di Batu Menyiapkan Bom Berdaya Ledak Tinggi Untuk Bunuh Diri
- Teroris yang Ditangkap di Batu Berencana Mengebom Tempat Ibadah
- Polisi Turki Tahan 72 Orang yang Diduga Anggota ISIS
- Jemaah Islamiyah Membubarkan Diri, Para Petinggi Menyatakan Ingin Kembali Pada UU Indonesia