Baru Penting kalau Sudah Mati
Senin, 05 April 2010 – 07:35 WIB
Di Indonesia, pelanggan rumah tangga yang tarifnya termurah tersebut memakai listrik paling banyak. Maklum, jumlahnya sampai 19 juta rumah tangga. Dengan demikian, golongan industri yang tarifnya mahal belum bisa memikul kerugian dari pelanggan rumah tangga yang sangat besar. Itulah sebabnya pemerintah harus menyubsidi pelanggan rumah tangga yang tahun ini nilainya bisa mencapai Rp60 triliun. Termasuk untuk membayar listrik di kamar mandi yang tidak digunakan itu.
Korsel memang sangat serius memikirkan sistem kelistrikannya. Itu tidak berarti di sana tidak ada tantangan. Demo juga sering terjadi. Tapi, untuk keperluan listrik yang begitu penting, kebijakan di bidang listrik tidak boleh kalah oleh demo. Termasuk di bidang nuklir. Meski daratannya begitu kecil, tidak sampai sebesar Pulau Jawa, Korsel sekarang sudah memiliki 18 buah pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN). Sebentar lagi sudah menjadi 20 buah. Luas Korsel hanya 100.000 km2, sedangkan Jawa 130.000 km2).
Maka, sepanjang pantai timur Korsel (menghadap ke Jepang) kini sudah penuh dengan jejeran pembangkit listrik nuklir. Demikian juga di pantai selatannya. Untuk pembangunan PLTN yang baru-baru, tidak ada tempat lagi kecuali dipasang berderet di pantai barat yang menghadap ke Tiongkok. Kini Korsel sudah menghasilkan 30.000 MW listrik yang berasal dari PLTN. Jumlah itu sudah sama dengan listrik yang ada di seluruh Indonesia.
Mengingat produksi listrik di Korsel tahun lalu 70.000 MW (dua kali lipatnya Indonesia), berarti 50 persen listrik di Korsel sudah berasal dari tenaga nuklir. Ke depan tenaga nuklir di Korsel akan terus ditingkatkan sampai mencapai 80 persen dari keperluan nasional. PLN-nya Korsel itu mampu melakukan investasi besar. Sebab, meski dimiliki oleh negara, statusnya sudah menjadi perusahaan publik yang listing di bursa Seoul dan New York.