Batik Mahal Karena Filosofinya

Batik Mahal Karena Filosofinya
Wakil Menteri Perindustrian RI, Alex Retraubun meninjau sejumlah stan batik dari segala penjuru Indonesia di Mega Mall, Batam Centre, Jumat (2/11) pada pameran batik Indonesia. F. Wijaya Satria/Batam Pos
Para calon pengrajin batik ini kemudian diminta menggambar sendiri motif batik sesuai selera. Pebatik bisa menjiplak motifnya pada contoh-contoh gambar yang telah tercetak di atas kertas putih.

Sebelum memulai membatik, peserta melukis terlebih dulu, motif apa yang ingin dibatik. Tangan mereka kemudian secara perlahan menjalankan canting yang telah dicelupi cairan lilin sesuai garis-garis atau pola yang telah ada. "Gampang-gampang susah bikinnya," ujar Cindi, salah satu pelajar SMP yang ikut latihan membatik.

Dara 14 tahun ini mengaku kagum dengan batik yang begitu sulit pembuatannya namun indah dipandang. Tentunya kata Dwi Suheryanto, mahal murahnya sebuah batik tergantung beberapa faktor yakni tingkat kerumitan motif, pengerjaan di dalam kain atau canting, teknis pewarnaan, bahan kain yang digunakan serta greatnya serta bahan pembantu. "Batik dari kain sutera tentu akan lebih mahal dan harganya tak ternilai," ujar pria 54 tahun ini.

Untuk kain sendiri, nilainya akan mahal jika sutera yang digunakan adalah sutera yang terbuat dari alat tenun bukan mesin (ATBM). Selain itu, kemahalan sebuah batik juga kata staf promosi Balai Besar Kerajinan dan Batik Yogyakarta Umar Setiaji tergantung filosofinya.

BATAM - Batik adalah kerajinan dengan nilai seni tinggi dan telah menjadi bagian dari budaya Indonesia. Membatik bukanlah pekerjaan yang mudah walau

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News