BBM Subsidi Dipertegas
jpnn.com - JAKARTA - Kenaikan konsumsi Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi kembali menjadi ancaman defisit neraca berjalan yang bisa berdampak sistemik sampai ke pasar modal dan nilai tukar Rupiah (kurs). Pemerintahan baru ke depan diminta tegas untuk menyelesaikan persoalan nyata yang sudah akut ini.
Chief Economist and Director for Investor Relation PT Bahana TCW Investment Management, Budi Hikmat, mengatakan anatomi defisit neraca berjalan terdiri atas tiga hal yaitu arus barang, jasa, dan pendapatan investasi (income).
Khusus untuk barang terbagi dua yaitu minyak dan gas (migas) dan non migas. "Yang banyak dibahas hanya subsidi BBM yang itu menyebabkan defisit di migas. Tahun 2014 subisdi BBM sekitar Rp 240 triliun dan tahun ini kemungkinan sama," ujarnya kepada Jawa Pos, kemarin.
Tanpa perubahan strategi dan langkah konkrit untuk mengantisipasi lonjakan konsumsi BBM bersubsidi maka dikhawatirkan kondisi defisit neraca berjalan tahun ini tidak mengalami perkembangan dibandingkan tahun lalu.
"Di sinilah titik baliknya karena kita bangsa yang tidak sadar (bahaya peningkatan subsidi BBM). Sejak 2004 kita bukan OPEC (negara penghasil minyak) lagi karena terus mengimpor dan subsidi BBM," ungkapnya.
Kondisi fiskal saat ini dinilai Budi sudah tidak sehat dan salah satu persoalan utama yang harus diperbaiki dalam rangka penyehatan fiskal adalah berani mengambil kebijakan tegas untuk mengurangi subsidi BBM.
"Sudah jelas defisit di migas (akibat peningkatan subsidi BBM) yang membuat fiskal tidak sehat sangat mencederai capital market dan nilai kurs kita tahun lalu. Kita berharap pemerintahan baru nanti menyadari ini dan berani mengambil kebijakan yang memang awalnya pasti dianggap tidak populis," tuturnya.
Kebijakan tidak populis pada awalnya pasti dianggap menyengsarakan itu, menurut Budi, pada akhirnya akan diketahui bahwa itu lah yang memang harus dilakukan untuk masa depan lebih baik.
JAKARTA - Kenaikan konsumsi Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi kembali menjadi ancaman defisit neraca berjalan yang bisa berdampak sistemik sampai
- Arief Poyuono Merespons Polemik PPN 12 Persen
- Harga Emas Antam Hari Ini Naik, Jadi Sebegini Per Gram
- Demi Kemajuan Koperasi, Forkopi Menyerukan Diakhirinya Dualisme DEKOPIN
- Indef Beberkan Kondisi Ekonomi, PPN 12% Tak Realistis
- Pengamat: Prabowo Bisa Mengajukan Penundaan PPN 12 Persen dalam APBNP 2025
- ASDP Catat Lebih dari 1.400 Kendaraan Menyeberang menuju Pulau Samosir Libur Nataru 2024-2025