Bea Cukai dan LPEI Dorong Pertumbuhan Ekspor di KTI

Bea Cukai dan LPEI Dorong Pertumbuhan Ekspor di KTI
Direktur Jenderal Bea Cukai, Heru Pambudi dalam Konferensi Pers Business Talk KTI di Makassar pada hari Kamis (30/8). Foto: Humas Bea Cukai

jpnn.com, MAKASSAR - Bea Cukai bekerja sama dengan Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) dorong peningkatan daya saing ekspor kawasan timur Indonesia (KTI). Hal ini sejalan dengan fokus pemerintah untuk meningkatkan ekspor. Untuk mendukung hal tersebut, Bea Cukai telah mengeluarkan kebijakan melalui fasilitas kepabeanan yang memberikan insentif fiskal kepada perusahaan yang berorientasi ekspor berupa pembebasan Bea Masuk, dan Pajak Dalam Rangka Impor.

Dalam Konferensi Pers Business Talk KTI di Makassar pada hari Kamis (30/8), Direktur Jenderal Bea Cukai, Heru Pambudi juga mengungkapkan untuk mendukung kemudahan pelaku usaha dalam meningkatkan investasi dan ekspor impor, Bea Cukai telah mengeluarkan aturan terkait percepatan perizinan.

“Melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 29/PMK. 04/2018 tentang Percepatan Perizinan Kepabeanan dan Cukai, sehingga izin prinsip Tempat Penimbunan Berikat (TPB) dari 10 hari kerja menjadi 1 jam izin secara online, ke depannya izin transaksional di Kawasan Berikat akan disederhanakan dari 45 izin menjadi 3 izin secara online, registrasi kepabeanan dari 5 hari kerja menjadi 3 jam secara online, izin prinsip Kemudahan Impor Tujuan Ekspor (KITE) dari 30 hari menjadi 1 jam, dan izin Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai (NPPBKC) dari 30 hari menjadi 3 hari,” ungkap Heru.

Perlu diketahui bahwa KTI berkontribusi sebesar 26 persen terhadap total ekspor Indonesia. Ekspor KTI terbesar pada tahun 2017 adalah produk mineral (47,20 persen), diikuti oleh lemak, minyak nabati dan hewani (7,50 persen), logam tidak mulia dan barang turunannya (6,81 persen), kayu, barang dari kayu dan anyaman (2,29 persen), produk industri kimia dan sejenis (2,16 persen), plastik, karet dan barang dari plastik (1,91 persen), binatang hidup, produk hewani (1,25 persen), mutiara, batu permata, logam mulia (0,99 persen), produk nabati (0,95 persen), dan makanan, minuman, minuman keras dan tembakau (0,80 persen).

Meski demikian Ekspor KTI memiliki tantangan yang cukup besar karena ekspor masih bergantung pada komoditas/sumber daya alam yang rentan terhadap perubahan harga di pasar global. Kondisi terkini di pasar global, harga komoditas sektor energi memang menunjukkan penguatan sementara komoditas non-energi justru berada pada tren menurun.

Untuk mengatasi tantangan tersebut Bea Cukai bersama dengan LPEI mengadakan acara temu usaha dengan para eksportir KTI. Kegiatan itu bertujuan untuk meningkatkan sinergi antara pemerintah K/L Kementerian Perekonomian, Kementerian Perdagangan (DJPEN), Kementerian Keuangan(LPEI & DJBC), pemerintah daerah, dan para pelaku usaha ekspor, di KTI.

Sementara itu, Direktur Eksekutif LPEI, Sinthya Roesly mengatakan LPEI akan terus berupaya untuk mendorong para pelaku ekspor di KTI agar dapat bersaing di pasar global.
Ke depan, kata dia, LPEI optimistis kontribusi yang dapat diberikan untuk pelaku usaha di Kawasan Timur Indonesia dapat terus ditingkatkan.

“Salah satu strateginya adalah melalui kerja sama atau kemitraan kelembagaan, baik dengan Kementerian dan Lembaga terkait maupun dengan asosiasi dan organisasi lainnya, sehingga tercipta sinergi yang diharapkan dapat mendorong dan meningkatkan kapasitas pelaku ekspor khususnya sektor UKME untuk lebih bersaing di pasar global,” ungkap Sinthya.(adv/jpnn)


Bea Cukai bekerja sama dengan Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) dorong peningkatan daya saing ekspor kawasan timur Indonesia (KTI).


Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News