Bea Masuk Paku & Kawat Naik Jadi 10 Persen
Kamis, 08 Januari 2009 – 04:07 WIB
Ario menuturkan, pada waktu menetapkan Bea Masuk 7,5 persen pada 2005, pemerintah tidak melibatkan pelaku industri. Akibatnya, timbul kerugian yang cukup besar karena paku impor masuk dengan tarif bea masuk yang sangat murah. Belum lagi, industri dalam negeri harus melawan gempuran produk illegal yang harganya sangat murah karena tidak membyara BM. “Saya yakin, tidak semuanya bayar pajak, pasti ada yang illegal,” katanya.
Dia menuturkan bahwa sejak 2005 hingga 2008, sudah ada 10 pabrik paku dan kawat yang gulung tikar. Sekarang jumlahnya tinggal 15 perusahaan yang produksinya hanya 30 persen dari kapasitas total yang dimiliki. Oleh karena itu, produsen berharap kebijakan penggunaan produk dalam negeri yang dipersiapkan pemerintah cepat keluar. “Masalahnya, terkadang pemerintah masih toleran pada produk impor hanya karena proyek infrastrukturnya didanai pemerintah Jepang atau Tiongkok,” ungkapnya.
Sebetulnya, dia mengaku sedih melihat pabrik sendiri tidak berproduksi, tapi di saat yang sama pelabuhan Tanjung Priok kedatangan barang impor pesanan pemerintah. Dalam segi harga jual, paku dalam negeri Rp 8.300 per kilogram, sedangkan produk impor hanya Rp 8.000 - 8.100 perkilogram. “Namun dengan kenaikan bea masuk hingga 10 persen ini pasti akan bisa menghadang impor paku dan kawat yang harganya murah,” jelasnya. (wir)
JAKARTA – Kapasitas produksi industri paku dan kawat nasional diperkirakan hanya tersisa 30 persen akibat derasnya produk impor dan turunnnya
Redaktur & Reporter : Tim Redaksi
BERITA TERKAIT
- BTN Raih Penghargaan di Ajang LinkedIn Talent Awards
- Melalui UMK Academy, Pertamina Dukung UMKM Bersaing di Tingkat Global
- Pupuk Kaltim Kembali Raih Predikat Platinum di Ajang ASSRAT 2024
- Pegadaian Gelar Media Awards 2024, Puluhan Jurnalis Raih Penghargaan
- Pertamina Regional Indonesia Timur Raih Penghargaan Internasional Best Practice GCSA 2024
- Mendes Yandri Susanto Sebut BUMDes Penting Cegah Efek Negatif Urbanisasi Bagi Desa