Bebas Panas Abu Vulkanik berkat Tujuh Bantal

Kisah Warga dan Relawan yang Selamat dari Letusan Merapi

Bebas Panas Abu Vulkanik berkat Tujuh Bantal
SELAMAT: Poniman dan keluarganya selamat dari awan panas Gunung Merapi. Foto: KARDONO SETYORAKHMADI/Jawa Pos

Akhirnya, istri Ponimin punya akal. Dia mengambil tujuh bantal dan satu sajadah. Mereka kemudian menaruh satu bantal di depan untuk pijakan. Kemudian, yang belakang mengambil bantal. Lantas, yang sudah berdiri di atas bantal menaruh bantal dari belakang itu ke depan secara estafet. Persis seperti outbound.

Dengan cara itu, mereka bergerak pelan. Jangan ditanya soal sport jantung. "Kami tak bisa bergerak cepat. Padahal, sering terdengar suara gemuruh dari puncak Merapi. Bila ada wedhus gembel, kami semua ya selesai sudah," ungkap Pandu yang saat itu melangkah dengan menggendong cucu Ponimin yang paling kecil. Mereka berjalan estafet sejauh lebih dari 1,5 km sebelum ada kendaraan yang sudah menanti. Akhirnya, mereka dibawa ke pengungsian sebelum dibawa ke Rumah Sakit Ghrasia untuk dirawat.

Ponimin mengalami luka bakar stadium dua dan Pandu mengalami luka bakar stadium satu. Luka Pandu lebih ringan karena dia memakai sepatu gunung yang tebal. "Baru terasa sakit setelah di rumah sakit. Pas jalan dengan bantal, sakitnya tidak terasa. Hanya terasa panas," ucapnya.

Meski mengalami kejadian sangar, Ponimin dan Pandu tidak kapok. Ponimin tetap bertekad untuk tidak pindah rumah dan Pandu tetap akan menjalankan tugas sebagai relawan. "Bagaimanapun, Merapi adalah rumah kami. Kalau ada apa-apa, ya kami bahu-membahu untuk membantu korban," tegas Pandu. Selain Pandu, Haryana, seorang relawan Gunung Merapi, nyaris kehilangan nyawa kala menolong puluhan warga di Desa Tegalmulyo, Kecamatan Kemalang, saat terjadi letusan Senin petang lalu.

Saat ribuan warga turun gunung untuk mengungsi, ada puluhan lainnya yang tetap nekat bertahan. Sebagian tewas dihujani wedhus gembel. Ada sekitar

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News