Bebek Wuhan

Oleh: Dahlan Iskan

Bebek Wuhan
Dahlan Iskan. Foto/ilustrasi: Ricardo/JPNN.com

Saya menyukai rasanya. Lidah Indonesia tidak terlalu asing pada rasa itu. Memang delapan macam bumbu dipakai merebus bebek itu. Beberapa di antaranya sudah kita kenal. Misalnya, cengkih dan kayu manis. Bahkan cengkihnya dari Indonesia.

Kalau misalnya disandingkan, pilih mana: bebek Zhou Hei Ya dari Wuhan atau bebek Sinjai dari Bangkalan, Madura. Saya masih pilih bebek Sinjai.

Akan tetapi sebenarnya tidak bisa dibanding-bandingkan begitu. Bebek Sinjai untuk lauk makan nasi. Bebek Zhou Hei Ya untuk camilan.

Bedanya lagi, seterkenal bebek Sinjai masih tetap mempertahankan cara dan gaya penyajian lamanya.

Zhou Hei Ya sudah sudah mengubah bebek dari sekadar lauk menjadi makanan ringan. Untuk lauk hanya dipakai makan dua kali. Sebagai camilan bisa dimakan kapan saja, sampai mulutnya lelah.

Dari Wuhan kami ke Chongqing. Naik pesawat. Ke arah lebih pedalaman lagi. Penerbangannya 1,5 jam.

Salah satu acaranya: ke pameran makanan. Khususnya makanan hot pot.

Chongqing memang dikenal sebagai Makkah-nya hot pot. Dari sinilah makanan hot pot lahir. Merambah Tiongkok lalu mendunia.

Lalu, dua hari lalu, di Wuhan, Tiongkok, kami menemukan tekad dari sebuah perusahaan bebek di sana: Menduniakan bebek dan Membebekkan Dunia.

JPNN.com WhatsApp

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News