Belajar dari Aceh, Reduksi Konflik Papua Dengan Dialog

Belajar dari Aceh, Reduksi Konflik Papua Dengan Dialog
Belajar dari Aceh, Reduksi Konflik Papua Dengan Dialog
Selama ini masyarakat melakukan berbagai aksi lantaran ada kebijakan yang tak sepenuhnya berpihak pada rakyat. Indikatornya jelas, banyak anggaran yang dikucurkan dalam kerangkan Otonomi Khusus namun ternyata jumlah penduduk miskin masih saja bertambah. Pemenuhan kebutuhan pendidikan, kesehatan dan perumahan juga belum terjawab, sehingga untuk mengekspresikan kekecewaan inilah muncul berbagai aksi protes.

 

Ditanya apakah dengan dipenuhinya keinginan para pihak yang kerap menyuarakan protes kepada pemerintah ini akan memberi jaminan bahwa tak ada lagi kelompok-kelompok yang berseberangan? Ifdhal mengaku hal tersebut memang tak memberi jaminan, namun yang terpenting adalah pemerintah mau membuka diri dan merespon apa yang selama ini menjadi akar persoalan, sehingga dari sikap ini public juga akan menilai bahwa pemerintah tak menghindar dan memiliki itikad baik untuk menyelesaikan persoalan Papua.  

 

Ifdhal menangkap selama belum digelar dialog maka peluang terjadinya pelanggaran HAM semakin terbuka. Korelasinya adalah dari bentuk protes tersebut tak jarang berujung benturan di lapangan. Ketidakpuasan ini jika terus berkembang maka aparat sewaktu-waktu bisa mengambil sikap tegas yang rentan dengan pencederaan masyarakat sipil. "Jelas kondisi ini semakin memungkinkan untuk timbulkan pelanggaran HAM," akunya.

 

Dari pertemuan tersebut, isu Papua akan menjadi  penting ketika mendapat sorota dunia. Mengenai Pepera one man one vote juga sempat terlontar.

 

JAYAPURA - Merespon niat pemerintah pusat untuk menggelar dialog Jakarta-Papua untuk menyelesaikan akar persoalan yang selama ini terjadi di Papua,

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News