Belajar dari Al-Ghazali tentang Memandang Hubungan Sains dan Agama

Belajar dari Al-Ghazali tentang Memandang Hubungan Sains dan Agama
Ulil Abshar Abdalla. Foto: Instagram Ulil

Siapa yang dimaksud Ulil ‘orang Yunani’?

Sebelum menjawab pertanyaan sebelumnya, Ulil menjelaskan tentang tradisi besar sains. Ada dua tradisi besar sains.

Pertama, kata Ulil, adalah Aristotelian. Kedua Demokritos. Aristotelian inilah yang dikembangkan dan diwarisi sains Muslim.

Menurut Ulil, istilah filsafat dalam sejarah Islam bukan seperti filsafat masa sekarang. Kini, filsafat merupakan satu disiplin keilmuan yang dipelajari di fakultas filasafat. “Dulu bukan seperti itu,” ujar dia.

Pada zaman Ibnu Sina, Al-Farabi, Al-Khindi, Al-Ghazali, Ibn Rusyd sampai era sesudahnya, kata Ulil, yang disebut filsafat adalah ilmu yang mencakup berbagai cabang keilmuan. Di dalamnya ada matematika, fisika, biologi, termasuk ada ilmu teologi.

Tetapi teologi yang dimaksud di sini bukan didasarkan kepada wahyu. Namun, pemikiran ketuhanan yang berdasar observasi naturalistik, berdasarkan observasi terhadap fenomena-fenomena alam.

“Maka mereka berkesimpulan ada Tuhan di balik alam raya ini,” ujar dia.

Ulil melanjutkan, dalam filsafat ada juga ilmu filsafat politik dan filsafat moral. Jadi, yang disebut filsafat pada masa klasik dulu berarti sains di masa saat ini.

Pemikir Islam Ulil Abshar Abdalla mengungkapkan Al-Ghazali memandang sains memiliki keunikan tertentu.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News