Belajar dari Orang Jepang Bagaimana Bersiap Sambut Bencana (1)
Sejak Bayi Latihan Sembunyi di Bawah Meja
Jumat, 27 Februari 2009 – 06:27 WIB
"Tiap tahun kami berusaha selalu memperbaiki fasilitas dan metodenya," ujar Reiko dengan bahasa Jepang logat Osaka yang kental. Etsujiro Tamura, training coordinator Japan International Cooperation Centre menerjemahkannya dalam bahasa Inggris.
Siapa saja boleh datang ke tempat itu. Tiap hari mulai pukul 09.00 hingga pukul 17.00. Biayanya? "Gratis," kata Reiko. Plus, pengunjung mendapat kartu penilaian elektronik. Chip magnetik di kartu itu akan terekam dalam database Bosai-Kan.
"Kartu itu berlaku untuk lima kali kunjungan," katanya. Tahu Jawa Pos datang dari Indonesia, senyum Reiko tambah lebar. "Anda pasti sudah paham caranya," katanya. Tragedi tsunami Aceh 2004 dan gempa bumi Jogjakarta 2006 rupanya dicantumkan oleh Bosai-Kan dalam brosur pendek berhuruf kanji yang dibagikan saat kali pertama tamu datang.
Tahap pertama belajar di Bosai-kan, kita diajak memasuki ruang teater mini berbentuk kubah. Kursinya ditata meninggi ke belakang, dengan layar memenuhi seluruh atap. Ruang itu kedap suara.
Berdiam di negeri yang terletak di jalur lempeng gunung berapi plus angin topan, rakyat Jepang terbiasa menghadapi berbagai risiko bencana alam.
BERITA TERKAIT
- Setahun Badan Karantina Indonesia, Bayi yang Bertekad Meraksasa demi Menjaga Pertahanan Negara
- Rumah Musik Harry Roesli, Tempat Berkesenian Penuh Kenangan yang Akan Berpindah Tangan
- Batik Rifaiyah Batang, Karya Seni Luhur yang Kini Terancam Punah
- 28 November, Masyarakat Timor Leste Rayakan Kemerdekaan dari Penjajahan Portugis
- Eling Lan Waspada, Pameran Butet di Bali untuk Peringatkan Melik Nggendong Lali
- Grebeg Mulud Sekaten, Tradisi yang Diyakini Menambah Usia dan Menolak Bala