Belajar dari Orang Jepang Bagaimana Bersiap Sambut Bencana (1)
Sejak Bayi Latihan Sembunyi di Bawah Meja
Jumat, 27 Februari 2009 – 06:27 WIB
Sambil berlindung, kita disarankan meraih kompor gas dan mematikannya. "Tapi, kalau jaraknya jauh dari meja, Anda tetap harus berlindung dulu," katanya. Di Jepang, sistem gasnya sudah tersentralisasi. Jika ada serangan hingga skala 5 (selisih 1,3 poin dengan skala Richter) gas otomatis mati.
Setelah itu, kita harus segera mencari pintu, membukanya, dan mengganjalnya agar tetap terbuka. "Anak-anak harus didahulukan keluar," tambah Reiko. Usai memberi contoh, ibu dua anak itu meminta kami mencobanya.
Alat dinyalakan dan kami pun digoyang. Skala 7 ternyata cukup dahsyat. Jika tak pegangan kaki meja, kita bisa tersungkur. Meski begitu, bayi di atas usia tiga tahun tetap boleh mencobanya asalkan bersama orang dewasa.
Turun dari ''panggung gempa itu'' , kami memasukkan kartu ke mesin penilai. Tunggu 30 detik, nilai bakal muncul di layar. Skalanya satu sampai lima. Yang meraih angka tertinggi diberi poin A. " Itu berarti prosedurnya dilalui secara urut dan benar," kata Reiko. Nilai itu didapatkan dari kamera CCTV yang disambungkan dengan panel elektronik.
Berdiam di negeri yang terletak di jalur lempeng gunung berapi plus angin topan, rakyat Jepang terbiasa menghadapi berbagai risiko bencana alam.
BERITA TERKAIT
- Setahun Badan Karantina Indonesia, Bayi yang Bertekad Meraksasa demi Menjaga Pertahanan Negara
- Rumah Musik Harry Roesli, Tempat Berkesenian Penuh Kenangan yang Akan Berpindah Tangan
- Batik Rifaiyah Batang, Karya Seni Luhur yang Kini Terancam Punah
- 28 November, Masyarakat Timor Leste Rayakan Kemerdekaan dari Penjajahan Portugis
- Eling Lan Waspada, Pameran Butet di Bali untuk Peringatkan Melik Nggendong Lali
- Grebeg Mulud Sekaten, Tradisi yang Diyakini Menambah Usia dan Menolak Bala