Belajar Jadi Kepala Daerah (1)
Pengusaha Ikut Tentukan Calon Sekdaprov
Sabtu, 28 Juni 2008 – 08:16 WIB
Wan Abubakar tahu pengusaha tersebut memang menjadi tim sukses gubernur, tapi dia tidak menyangka bahwa peran si pengusaha terus berlanjut sampai setelah pilkada. Bahkan, sampai ikut menentukan pengangkatan pejabat teras. Belum sampai keheranannya habis, beberapa hari kemudian kepala biro umum masuk ke kamar kerjanya. Si kepala biro umum minta tanda tangan sang Wagub sambil menyodorkan berkas. Ternyata, itulah berkas konsep pengangkatan Sekdaprov yang baru. ”Dengan iktikad baik dan hati lurus, konsep tersebut langsung saya paraf,” tulisnya. Sang Wagub lantas menulis cukup panjang latar belakang hubungan Sekdaprov itu dengan gubernur baru.
Hari-hari berikutnya pembicaraan berkembang ke soal penentuan kepala-kepala dinas. Sang Wagub juga diundang untuk membicarakannya. Tapi, tulis buku itu, ternyata konsep yang diajukan dalam rapat itu sudah mendekati final. Nama-nama kepala dinas sudah ditentukan semua oleh Sekdaprov sebagai Tim Baperjakat (Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan).
Wagub pun mengaku masih memberikan kesepakatannya karena nama-nama calon kepala dinas memang masih bisa diterima. Namun, sang Wagub sangat kaget ketika menghadiri pelantikan beberapa hari kemudian. Ternyata, beberapa nama yang dilantik hari itu tidak sama dengan yang telah disepakati. Beberapa nama itu diganti dengan yang lain yang sama sekali tidak pernah disebut dalam rapat. Wagub lantas mendengar bahwa perubahan itu terjadi karena campur tangan orang di luar kantor gubernur.
Sang Wagub juga menulis bahwa dia pernah berinisiatif menghadap gubernur untuk curhat. Tapi, yang kemudian terjadi, tulis sang Wagub, ternyata gubernur menanggapi curhat Wagub itu dengan curhatnya sendiri kepada Wagub. Sang gubernur saat itu juga berkeluh kesah mengenai problem yang dia hadapi dan karena itu minta agar sang Wagub maklum. Keadaanlah yang membuat dirinya berbuat seperti itu. Misalnya gubernur curhat soal banyaknya desakan dari teman-temannya yang dulu membantu membiayai mereka jadi gubenur-wakil gubernur.
”Cukup besar juga, Pak Wan,” ujar gubernur seperti dikutip Wagub dalam buku itu, ”hampir tujuh puluh…”
”Tujuh puluh M?” tanya Wagub.
”Ya, tujuh puluh M (Rp 70 miliar, Red). Teman-teman yang membantu kita sudah meminta agar pengembalian dana mereka segera direalisasi. Saya minta Pak Wan bisa mengerti.”
Sambil menyatakan ”oke”, Wan Abubakar kemudian membayangkan betapa akan banyak proyek yang jatuh pada orang-orang itu. Tapi, Wagub juga berkaca pada dirinya sendiri. Dia menyadari bahwa posisinya selama ini ternyata hanya sebagai ”perahu” untuk mendapatkan pencalonan. Maklum, Wan Abubakar adalah ketua umum PPP (Partai Persatuan Pembangunan) Riau. Lewat PPP-lah, pencalonan itu dilakukan. Bahkan, ketika jadi bupati dulu, sang gubernur juga nyalon lewat PPP. ”Saya memang tidak mengeluarkan uang satu peser pun,” tulisnya.