Belajarlah Walau Harus ke Negeri India
Rabu, 23 Februari 2011 – 03:33 WIB
Lama, otak saya bertengkar dengan saran-saran mereka itu. Sampai akhirnya saya berpikir, mereka sudah kelewat batas dan hiperbola! Lebih bombastis dari judul-judul koran! Sama kencangnya dengan anggota-anggota dewan yang terhormat di Senayan dalam beradu debat soal angket pajak" Tidak elok didengar oleh orang-orang India.
Tapi, ’’warning’’ yang disampaikan kawan-kawan itu cukup memaksa saya lebih untuk lebih berhati-hati. Antara ’’perasaan was-was’’ dan ’’psikopat.’’ Jadi ingat pelajaran zaman SD dulu, usaha preventif lebih baik daripada kuratif. Menjaga lebih afdol daripada mengobati.
Tidak salah juga, setelah 4 hari di Mumbai, kota yang dinilai paling maju di India. Saya bahkan bisa menambah puluhan daftar ’’Jangan ini, jangan itu’’ lagi. Jakarta yang sering dibilang kotor dan kaki lima yang tidak higienis, itu jauh lebih bersih dari pada penjaja tepi jalan di India.
Pemandangan seperti mencuci baju di jalan, menyikat gigi di depan rumah-rumah kakilima (bukan hanya pedagang yang berkaki lima, red), kumuh, berlepotan debu dan kotor, membuat kita enggan membuka jendela mobil. Sekalipun hanya untuk sekadar mengambil gambar foto, berat rasanya tangan hendak membuka pintu jendela.
SEBELUM menapakkan kaki ke India, saya diceramahi banyak kawan yang pernah ke sana. Bawa Imodium, bro! Jangan lupa Diatab, obat sakit perut! Hindari
BERITA TERKAIT
- Batal Didatangi Massa Buruh, Balai Kota DKI Lengang
- Jangan Menunggu Bulan Purnama Menyapa Gulita Malam
- Dua Kali Getarkan Gedung, Bilateral Meeting Jalan Terus
- Agar Abadi, Tetaplah Menjadi Bintang di Langit
- Boris Yeltsin Disimbolkan Bendera, Kruschev Seni Kubisme
- Eskalator Terdalam 80 Meter, Mengusap Mulut Patung Anjing