Belanda Meminta Maaf Atas Perbudakan, Termasuk di Indonesia

Belanda Meminta Maaf Atas Perbudakan, Termasuk di Indonesia
PM Rutte berbicara dengan tamu undangan yang hadir. (Foto: AP Photo/ Peter Dejong)

Terkait dampak permohonan maaf ini terhadap perdebatan isu pengembalian barang-barang bersejarah yang dijarah Belanda, ia meminta Indonesia untuk memikirkannya dengan sangat serius.

"Kita juga harus kritis, jangan sampai pengembalian objek itu kemudian [seolah] mencuci bersih masa lalu mereka."

"Saya pribadi berpendapat, biarkan saja barang-barang itu ada di sana, yang dikembalikan mungkin tidak perlu semuanya karena susah dan akan bikin masalah yang baru juga ... biarkan di sana dan menjadi bagian monumen kolonialisme mereka."

Tanggapan dari negara lain

Permintaan maaf yang disampaikan PM Rutte di Den Haag sempat mendapat tentangan dari kelompok-kelompok yang mengatakan permintaan maaf seharusnya dilakukan oleh Raja Willem-Alexander, di bekas koloni Suriname, pada 1 Juli 2023 atau peringatan 160 tahun abolisi Belanda di negara itu.

"Dibutuhkan dua orang untuk melakukannya supaya permintaan maaf bisa diterima," kata Roy Kaikusi Groenberg dari Yayasan Kehormatan dan Pemulihan, sebuah organisasi Afro-Suriname Belanda.

Dia merasa ada kesalahan, jika para aktivis yang merupakan keturunan budak sudah berjuang selama bertahun-tahun untuk mengubah diskusi nasional, tetapi tidak diajak berkonsultasi secara memadai.

Perdana Menteri Aruba, Evelyn Wever-Croes, mengatakan permintaan maaf disambut baik dan merupakan "titik balik dalam sejarah di dalam Kerajaan."

Namun, muncul pula kritik.

Senin kemarin waktu setempat, Perdana Menteri Belanda Mark Rutte atas nama Belanda meminta maaf, karena memiliki peran historis dalam perbudakan

Sumber ABC Indonesia

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News