Belanjalah Lebih Sedikit, Mari Selamatkan Dunia!

Siapa yang tidak suka belanja? Kebanyakan diantara kita sangat menggemarinya, bahkan ada sebutan berbelanja untuk sebuah terapi.
Kita hidup di jaman dimana kebanggaan diri diukur pada barang-barang terkini yang kita miliki, seberapa mahal harganya, dan bahkan seberapa tinggi Anda bisa menjualnya.
Apakah kita ketagihan dengan berbelanja? Bisakah kita berhenti mengeluarkan uang?
Direktur Ekonomi dari The Australia Institute, Richard Denniss berbagi pemikirannya, yang diambil dari bukunya berjudul 'Curing Affluenza: How to bue less stuff and save the world'.
Ia berpendapat yang pertama kali harus dilakukan adalah membedakan antara konsumerisme dan materialisme.
"Konsumerisme adalah kesenangan membeli barang, aksi membeli sesuatu, adanya sensasi saat masuk toko dan mencari-cari barang... sementara materialisme adalah kecintaan terhadap objek atau barang," ujarnya kepada program Nightlife milik Radio ABC Darwin.
"Jadi bayangkan saat Anda membeli sepatu baru, atau baju baru, di satu sisi ada kesenangan karena membelinya, ini adalah konsumerisme. Tapi ada juga kecintaan akan barang itu sendiri."
Menurutnya jika kita benar-benar mencintai sepatu, mobil, motor yang sudah dimilika, maka kita tidak akan membuangnya. Sebaliknya kita justru akan menjaga dan menyayangi barang-barang tersebut untuk jangka lama.
- 'Nangis Senangis-nangisnya': Pengalaman Bernyanyi di Depan Paus Fransiskus
- Perjalanan Jorge Mario Bergoglio Menjadi Paus Fransiskus
- Paus Fransiskus, Pemimpin Gereja Katolik yang Reformis, Meninggal Dunia pada Usia 88 tahun
- Dunia Hari Ini: PM Australia Sebut Rencana Militer Rusia di Indonesia sebagai 'Propaganda'
- Sulitnya Beli Rumah Bagi Anak Muda Jadi Salah Satu Topik di Pemilu Australia
- Rusia Menanggapi Klaim Upayanya Mengakses Pangkalan Militer di Indonesia