BEM SI Mengultimatum Jokowi, Ferdinand: Seolah Mereka Bisa Membelah Bumi
jpnn.com, JAKARTA - Ketua Yayasan Keadilan Masyarakat Ferdinand Hutahaean menilai narasi Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) yang dituangkan dalam surat ultimatum ditujukan kepada Presiden Jokowi, sangat berlebihan dan terkesan menunjukkan keangkuhan.
"Ultimatum itu berlebihan dan kesannya sombong, angkuh merasa BEM SI itu bisa membelah bumi atau menggeser langit," kata Ferdinand Hutahaean melalui layanan pesan, Jumat (24/9).
Adapun, BEM SI sebelumnya mengultimatum PresidenJokowi agar memenuhi tuntutan mereka yaitu membatalkan hasil Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) dan mengangkat kembali Novel Baswedan Cs sebagai pegawai KPK.
Eks politikus Partai Demokrat itu menuturkan, BEM SI tidak sadar diri ketika mengultimatum Jokowi. Bahkan, katanya, ultimatum kelompok mahasiswa itu sekadar nafsu besar tanpa tenaga.
"Bagai angin, dia bukan badai yang bisa menghempaskan tetapi hanya angin sepoi-sepoi yang semilir. Terasa dikulit tetapi tak berdampak apa-apa," ujarnya.
BEM SI bersama Gerakan Selamatkan KPK (Gasak) mengultimatum Jokowi segera membatalkan hasil TWK dan mengangkat kembali Novel Baswedan Cs sebagai pegawai KPK.
BEM SI dan Gasak memberikan waktu 3x24 jam kepada Presiden Ketujuh RI itu untuk memenuhi tuntutan mereka.
"Jika bapak masih saja diam, maka kami bersama elemen rakyat akan turun ke jalan menyampaikan aspirasi yang rasional untuk bapak realisasikan," demikian petikan surat BEM SI dan Gasak kepada Jokowi, Kamis (23/9).
Ferdinand Hutahaean menanggapi BEM SI yang membuat surat ultimatum kepada Presiden Jokowi, simak selengkapnya.
- Guntur PDIP Heran KPK Ingkari Janjinya Sendiri, Padahal Warga Banyak Laporkan Jokowi
- Jokowi Ucapkan Selamat Ultah Buat PDIP, Puan Bereaksi Begini
- Megawati Sebut Mundur Lebih Terhormat daripada Dipecat, Sindir Jokowi?
- Pernyataan Effendi Setelah Bertemu Jokowi Dianggap Upaya Merongrong PDIP
- Temui Jokowi di Solo, KKPG Dorong Gibran Jadi Kader Golkar
- Jokowi Masuk Daftar Pemimpin Korup, Inas: Tuduhan OCCRP Tanpa Bukti