Benarkah RUU Omnibus Law Diperlukan Untuk Mereformasi Birokrasi?

Benarkah RUU Omnibus Law Diperlukan Untuk Mereformasi Birokrasi?
HIMPUNI (Perhimpunan Alumni Perguruan Tinggi Negeri Indonesia) kembali menggelar diskusi seri dua mengenai RUU Omnibus Law di Kampus UGM SP, Manggarai, Tebet, Jakarta Selatan, Kamis (13/2). Foto dok HIMPUNI

Karena itu, RUU Omnibus Law hadir untuk merombak pendekatan dalam pemberian izin. Meski begitu, Prof. Wihana menegaskan bahwa investasi bukan sekadar fungsi dari regulasi.

Sebab, Omnibus Law hanya bagian kecil dari reformasi birokrasi yang hendak dilakukan oleh Presiden Joko Widodo dan seluruh kabinet Indonesia Maju.

Wihana berharap, RUU Omnibus Law mampu menjadi pengatur bagi pemerintah, pasar, dan pengusaha. Hal itu agar tumpang tindih peraturan tidak terjadi, selain juga mengurangi biaya transaksi ekonomi.

Sementara, Purwadi menyatakan hal yang senada mengenai fenomena tersebut. Dia mengatakan, memang ada banyak hal yang mesti direvisi pada level tertinggi.

“Ketika undang-undang tidak dikoreksi, seluruh proses akan berhenti,” ujar Purwadi.

Lulusan Fakultas Kehutanan UGM ini menambahkan, ada dua hal yang mejadi pokok penting dalam RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja. Yakni pembangunan kembali ekosistem investasi dan mengedepankan peran UMKM.

Di sisi lain, Purwadi menilai ada budaya minor yang sulit diubah dalam pengurusan sebuah perizinan. Dia memandang, bahwa dahulu perizinan merupakan buah transaksi antara pemberi izin dan klien.

Purwadi mencontohkan, untuk pengurusan Amdal (Analisis dampak lingkungan )saja, seorang investor mesti menunggu lama dan mengeluarkan biaya hingga miliaran rupiah.

RUU Omnibus Law diharapkan mampu menjadi pengatur bagi pemerintah, pasar dan pengusaha.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News