Benci Tapi Rindu Asing: Tradisi Lama Warisan Orde Baru?

Benci Tapi Rindu Asing: Tradisi Lama Warisan Orde Baru?
Sejumlah elemen masyarakat demo tolak pengesahan RUU TNI di depan Gedung Negara Grahadi, Kamis (20/3) lalu. Foto: Ardini Pramitha/JPNN.com

Inti dari konsep yang diperkenalkan oleh sosiolog Henk Dekker dalam tulisannya Nationalism and Its Explanations ini sederhana: untuk menyatukan sebuah bangsa, pilih saja salah satu di antara 'trauma bersama' atau 'masa kejayaan bersama' sebagai narasinya.

Maka masuk akal jika kekuatan asing atau antek asing, karena pengalaman masa lalu Indonesia, dipilih Prabowo sebagai trauma bersama yang menyatukan bangsa.  

Tetapi kemudian saya menemukan sejumlah sikap pemerintah terhadap 'asing' yang inkonsisten, salah satunya yang berhubungan dengan investasi asing.

Masih mengharapkan investasi asing

Indonesia membutuhkan investasi sedikitnya Rp13.032,8 triliun dalam lima tahun ke depan demi mewujudkan pertumbuhan ekonomi 8 persen pada 2029.

Jika mengacu pada total nilai investasi yang masuk ke Indonesia dalam lima tahun terakhir (2019-2024) sebesar Rp5.976,2 triliun, ini artinya dalam lima tahun ke depan Indonesia perlu menyerap investasi Rp7.000 triliun lebih banyak dibanding periode yang sama sebelumnya.

Total realisasi investasi yang masuk sepanjang 2024 mencapai Rp1.714,2 triliun, di mana penanaman modal asing (PMA) dalam dua tahun terakhir masih mendominasi realisasi investasi yakni sebesar Rp900,2 triliun pada 2024 dan Rp744 triliun pada 2023.

Dewan Penasihat Badan Pengelola Investasi (BPI) Daya Anagata Nusantara (Danantara) juga bertaburan orang asing.

Dari lima anggota Dewan Penasihat, hanya satu yang berasal dari Indonesia, yakni mantan CEO Asia Pasifik Credit Suisse, Helman Sitohang.

Menuduh adanya antek asing bisa jadi hanyalah upaya untuk mengalihkan perhatian dari kesalahan pemerintah dengan cara memanipulasi rasa patriotisme rakyat

Sumber ABC Indonesia
JPNN.com WhatsApp

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News