Bentuk KKR, Baru Dialog Jakarta-Papua

Untuk Memutus Rantai Konflik dan Kekerasan

Bentuk KKR, Baru Dialog Jakarta-Papua
SELAMATKAN PAPUA : Belasan Demonstran yang tergabung dalam Sekretariat Bersama (Sekber) Buruh Jabodetabek menggelar aksi di Bundaran HI, Jakarta, Jumat (15/6). Mereka menuntut pemerintah agar menyelesaikan berbagai kasus kekerasan yang terjadi di Papua. FOTO : M IQBAL ICHSAN/RM
"Kalau rasa percaya sudah muncul, baru bisa dilakukan dialog sejarah, dialog ekonomi, atau dialog lain yang akan bermuara pada kesejahteraan rakyat Papua," tegas Asvi.

Dia menyebut, pemberian otonomi khusus sebelum dikembalikannya kepercayaan itu tidak akan membawa dampak signifikan. Bahkan, otonomi khusus hanya menguntungkan elite Papua.

Asvi menyampaikan, UU No. 27 tahun 2004 tentang KKR memang sudah dibatalkan Mahkamah Konstitusi. Tetapi, KKR untuk Papua masih dapat dibentuk dengan menjadikan UU No. 21 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua sebagai payung hukumnya. "Jadi, KKR Papua bisa dilakukan tanpa membentuk KKR nasional," katanya.

Dia menambahkan, berbagai penembakan misterius yang marak dalam beberapa bulan terakhir di Papua dapat disandingkan dengan orang yang dianggap "petrus" (penembak misterius). Petrus yang terjadi pada 1980-an itu, ujar Asvi,  merupakan pelanggaran berat HAM yang dilakukan rezim Soeharto. "Dan itu terulang lagi di Papua. Apa yang terjadi sekarang hanya pengulangan apa yang terjadi pada 1980-an itu," tandasnya. (pri/bay/c1/ari)

    

JAKARTA  - Lingkaran konflik dan kekerasan di tanah Papua harus secepatnya diputus. Pembentukan Unit Percepatan Pembangunan Papua dan Papua

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News