Bentuk KKR, Baru Dialog Jakarta-Papua
Untuk Memutus Rantai Konflik dan Kekerasan
Sabtu, 16 Juni 2012 – 07:02 WIB
"Kalau rasa percaya sudah muncul, baru bisa dilakukan dialog sejarah, dialog ekonomi, atau dialog lain yang akan bermuara pada kesejahteraan rakyat Papua," tegas Asvi.
Baca Juga:
Dia menyebut, pemberian otonomi khusus sebelum dikembalikannya kepercayaan itu tidak akan membawa dampak signifikan. Bahkan, otonomi khusus hanya menguntungkan elite Papua.
Asvi menyampaikan, UU No. 27 tahun 2004 tentang KKR memang sudah dibatalkan Mahkamah Konstitusi. Tetapi, KKR untuk Papua masih dapat dibentuk dengan menjadikan UU No. 21 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua sebagai payung hukumnya. "Jadi, KKR Papua bisa dilakukan tanpa membentuk KKR nasional," katanya.
Dia menambahkan, berbagai penembakan misterius yang marak dalam beberapa bulan terakhir di Papua dapat disandingkan dengan orang yang dianggap "petrus" (penembak misterius). Petrus yang terjadi pada 1980-an itu, ujar Asvi, merupakan pelanggaran berat HAM yang dilakukan rezim Soeharto. "Dan itu terulang lagi di Papua. Apa yang terjadi sekarang hanya pengulangan apa yang terjadi pada 1980-an itu," tandasnya. (pri/bay/c1/ari)
JAKARTA - Lingkaran konflik dan kekerasan di tanah Papua harus secepatnya diputus. Pembentukan Unit Percepatan Pembangunan Papua dan Papua
BERITA TERKAIT
- KPK Tetapkan Gubernur Bengkulu Tersangka, Ada Uang Rp15 M, Peras untuk Pilkada
- KPK Tetapkan Gubernur Bengkulu Tersangka, Ada Uang Rp15 M, Peras untuk Pilkada
- Mensos Gus Ipul Beri Bantuan Biaya Perbaikan Rumah Kepada Korban Longsor di Padang Lawas
- ASR Komitmen Bangun Penegakan Hukum Transparan & Adil di Sultra
- Hendri Satrio jadi Ketua IKA FIKOM Unpad
- Info Terkini OTT KPK yang Menyeret Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah