Berantas Mafia Migas dengan Mengaudit Investigatif Pertamina
jpnn.com - JAKARTA - Ketua Komite Tetap Energi dan Pertambangan Mineral Indonesia, Poltak Sitanggang mengatakan belum meratanya distribusi dan pemanfaatan sumber daya alam (SDA) menyebabkan banyak masyarakat menjadi penonton. Menurutnya, rakyat tidak diberikan peran dalam pemanfaatan SDA yang harusnya dimanfaatkan buat kesejahteraan rakyat.
"Akibatnya Indonesia menghadapi berbagai tantangan berat. Baik terkait peningkatan jumlah penduduk, konversi lahan pertanian, permasalahan subsidi BBM, hilirisasi sektor pertambangan dan isu lingkungan," ujarnya saat dihubungi dari Jakarta, Jumat (19/9).
Agar masalah ini tidak dibiarkan berlarut-larut, Poltak menyarankan agar pemerintahan Jokowi-JK harus mengedepankan pola-pola penanganan sektor SDA dengan meletakkan paradigma berbasis negara. Di mana memberi wewenang penuh pada negara untuk menguasai, memiliki dan mengatur pengelolaan SDA.
Hal tersebut dicirikan dengan bentuk institusi dan kebijakan yang sentralistik, pendekatan atas-bawah, orientasi target ekonomi, perencanaan makro dan penganggaran ketat.
"Pemerintah harus dapat mewujudkan kedaulatan energi dan sumber daya mineral. Ini yang seharusnya dilakukan sejak dulu ketika UUD 1945 ditetapkan, di mana negara adalah pemilik sah atas seluruh kekayaan alam yang ada di tanah, air dan udara di bumi Indonesia," ujar Poltak.
Caranya kata dia, konversi BBM ke gas harus segera dilaksanakan. Langkah lain, efisiensi penggunaan BBM, memperbaharui sektor kelistrikan, memperkuat peran BUMN, Pertamina, PGN, dan PLN, serta meningkatkan nilai tambah mineral yang selama ini dikuasai asing dan swasta nakal.
Pemberantasan mafia minyak dan gas serta tambang juga harus tuntas. Pemerintahan mendatang harus tegas, berani dan berada di garda terdepan sesuai amanah dan harapan rakyat. Agar tidak ada lagi markup dan upaya sistematis untuk merugikan negeri ini.
"Bayangkan saja, saat ini quota impor minyak ditetapkan sebesar 328 juta barel per tahun. Maka jika kita ilustrasikan, bahwa telah terjadi markup impor oleh para mafia migas per barel US$ 3 saja, maka dapat dihitung besar kerugian negara. Angkanya mencapai sekitar US$ 984 juta atau setara Rp 11 triliun," ungkapnya.
JAKARTA - Ketua Komite Tetap Energi dan Pertambangan Mineral Indonesia, Poltak Sitanggang mengatakan belum meratanya distribusi dan pemanfaatan sumber
- PT Anugerah Samudra Madanindo Pastikan Kelancaran Pembangunan PLTU Batang
- Matahariland Akan Hadirkan Cluster Terbaru di Bandung Selatan, Lokasinya Strategis
- Terjadi Kecelakaan Kerja Berulang, Wamenaker Tinjau Smelter IMIP
- Bank Mandiri Segera Bergerak Bantu Warga Terdampak Erupsi Gunung Lewotobi di NTT
- Grab Megahedon Tebar Diskon Lebih Besar Hingga Mobil Listrik
- Artificial Intelligence Tingkatkan Produktivitas Manufaktur & Daya Saing Indonesia