Beras OP di Lumbung Spekulan, di Pasaran Jadi Oplosan

Pemerintah dan Pedagang Saling Tuding soal Penyebab Harga Naik

Beras OP di Lumbung Spekulan, di Pasaran Jadi Oplosan
Beras OP di Lumbung Spekulan, di Pasaran Jadi Oplosan

Pernyataan Mendag itu memicu protes keras pedagang beras. Ketua Umum Persatuan Penggilingan Padi dan Pengusaha Beras Indonesia (Perpadi) Soetarto Alimoeso membantah adanya mafia beras. Yang ada hanyalah ulah sebagian pedagang besar maupun kecil yang menahan barang.

”Kalau pedagang spekulasi itu, dari lahirnya juga begitu. Oh, aku belinya seharga ini, caranya bagaimana supaya besok bisa untung. Jadi, tidak ada itu mafia,” ucap dia.

Pada musim paceklik seperti Januari–Februari, tutur Soetarto, pengusaha penggilingan padi atau pedagang besar berburu beras hingga berbagai daerah. Di mana ada petani yang panen, mereka langsung menawar saat itu juga. ”Pedagang-pedagang besar itu rebutan. Yang dari Jawa Timur ke Jawa Barat, yang dari Jawa Barat ke Jawa Tengah. Begitu dengar ada petani yang mau panen, antek-anteknya langsung meluncur,” sebut dia.

Dengan situasi seperti itu, petani mulai pasang harga kepada para pemburu beras. ”Siapa yang harganya lebih tinggi, baru dikasih. Itu sudah hukum ekonomi,” katanya.

Mantan Dirut Bulog tersebut menilai, rantai distribusi beras juga cukup panjang karena panen yang belum merata. Sebagai contoh, pedagang besar dari Lamongan, Jawa Timur, membeli gabah petani di Demak, Jawa Tengah, yang sedang panen. Gabah tersebut lantas diangkut ke Lamongan untuk digiling. Setelah jadi beras, baru dikirim ke Jakarta. ”Ongkosnya dobel, untuk biaya transportasi, kuli angkutnya, dan lain-lain,” katanya.

Karena harga beli di tingkat petani sudah mahal, menurut dia, wajar harga di tingkat pedagang daerah hingga pasar induk di Jakarta sangat tinggi. ”Di tingkat penggilingan padi, beras sudah dijual Rp 8.600 per kilogram. Dijual ke pasar induk, bisa jadi Rp 10 ribu per kilogram. Dijual lagi ke pedagang, ambil untungnya Rp 500–Rp 1.000 per kilogram. Jadi, wajar di konsumen mahal,” tutur dia.

Berbeda jika sudah memasuki masa panen raya pada Maret–April. Lahan padi yang panen bisa merata di setiap daerah. Dengan begitu, pengusaha penggilingan padi tidak perlu bergerilya hingga daerah-daerah. Cukup membeli gabah dari petani di daerahnya sendiri.

”Musim tanam dan panen itu antara Maret hingga Agustus. Musim paceklik itu mulai September hingga Februari. Jadi, kenaikan harga pasti rutin terjadi setiap tahun,” tambahnya.

SEDIKITNYA 75 ribu ton beras operasi pasar yang digelontorkan Bulog lewat pedagang Pasar Induk Beras Cipinang sejak awal tahun menghilang dari pasaran.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News