Berebut Menggali Rezeki Emas di Negeri Dewi Sri Bombana (1)

Pendulang Wajib Beli Kartu Rp 1 Juta Per Enam Bulan

Berebut Menggali Rezeki Emas di Negeri Dewi Sri Bombana (1)
Foto: Agus Muttaqin/JPNN
Sepanjang jalan menuju Bombana sudah terasa suasana penambangan. Wartawan Jawa Pos berpapasan dengan konvoi belasan sepeda motor yang membawa peralatan sama: ransel pakaian, wajan besar, sekop, linggis, jeriken, dan tenda terpal. Baik pengemudi maupun pemboncengnya rata-rata berpakaian lusuh oleh sisa lumpur. Maklum, mereka baru saja selesai menambang emas berhari-hari di wilayah SP-8. Para penambang liar itu pulang karena bekal logistiknya sudah habis atau sudah mendapat beberapa gram emas hasil penambangan.

Selain sepeda motor, sesekali terlihat mobil berpenggerak empat roda (four-wheel-drive/4WD) beraneka merek, seperti Mitsubishi Strada, Toyota Hillux, dan Ford Ranger. Mobil-mobil itu juga menuju atau pulang dari SP-8. Para pemilik mobil bertenaga besar itu adalah para cukong berkantong tebal yang punya anak buah di lokasi penambangan.

Mereka disebut penambang liar karena mayoritas tak memiliki kuasa pertambangan (KP) dari Pemkab Bombana. Dinas pertambangan setempat selama ini hanya mengeluarkan izin KP kepada dua perusahaan, yakni PT Panca Logam Makmur (PLM) dan PT Tiran Indonesia. Izin KP itu untuk proses eksplorasi alias penelitian, belum sampai pada tahap eksploitasi.

Di pasar Kasipute berderet sejumlah kios bertuliskan "beli emas" yang siap membeli emas hasil penambangan. Harga yang dipatok biasanya seragam, yakni Rp 250.000 per gram. Harga ini jauh lebih mahal dibanding saat pekan-pekan pertama ditemukannya emas yang hanya dihargai sekitar Rp 180.000 per gram.

Puluhan ribu orang kini berdatangan ke Bombana, sebuah kabupaten di Sulawesi Tenggara (Sultra). Mereka berebut rezeki nomplok setelah di sebuah kawasan

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News