Berfilsafat bersama Karya-Karya Beethoven
jpnn.com - Saya apresiasi karya-karya abadi itu. Tetapi kalau harus memilih, hati saya kok ke Beethoven ya,” aku Pria kelahiran Palembang 18 Desember 1953 ini. Beethoven, menurut Hatta, bukan saja unik dari profil ketokohannya, tetapi juga komplit dalam berkarya seni. Sejak usia 20 tahun, dia tuli. Syaraf pendengarannya tidak berfungsi. Bisa dibayangkan, betapa risaunya seorang komponis muda tapi telinganya tidak bisa mendengar musik. Seperti pemain bola kehilangan kaki? Atau pemain tenis kehilangan tangan? Sebuah malapetaka dan putus asa yang sempat membuatnya nyaris bunuh diri. “Tetapi karya-karyanya yang dia cipta pada saat dunia sunyi tanpa suara, justru lebih mendalam, lebih mengesankan dan penuh makna,” puji Hatta. Ada hikmah besar di balik kehilangan asa, yakni spirit untuk tetap berkarya dan hidup dengan karya-karya besarnya.
Ada keseimbangan dan daya pengaruh yang kuat pada komponiskomponis yang muncul belakangan, termasuk tokoh-tokoh yang memiliki gaya berbeda seperti Brahms, Wagner, Schubert dan Tchaikovsky. Dia juga merintis jalan buat Berlioz, Gustav Mahler, Richard Strauss dan banyak lagi lainnya. “Saya senang komposer Indonesia mulai bermunculan, seperti Addie MS dengan Twilite Orchestra-nya,” kata Hatta yang juga penggemar jazz ini. Memang, tidak banyak konser klasik di Indonesia. “Ini juga yang menjadi keprihatinan dan sekaligus mimpi saya.
Kita tidak punya gedung-gedung kesenian yang representative dan menjadi tempat seniman-seniman kita berkreasi. Salah satu ciri bangsa besar adalah memiliki banyak karya seni dan budaya yang hebat dan mendunia. Dan kita punya potensi besar menuju ke sana!” ujar Ketua Umum DPP PAN ini. Tapi jangan dipikir Hatta bisa memainkan karya-karya Beethoven di depan piano. Dia lebih sebagai penikmat dan penggemar seni. “Kalau ditantang menyanyi lagu-lagu Indonesia, saya nggak takut? Kualitas lagu-lagu kita juga makin oke kan?” tutur Hatta sambil mempertontonkan dua jempolnya. (don)
TIDAK banyak orang tahu, di balik kesibukannya sebagai Menko Perekonomian, Hatta Rajasa masih menyisakan waktu untuk mengasah rasa. Rupanya dia pengagum
Redaktur & Reporter : Tim Redaksi