Berkaca dari Dubai, Bercermin di Negeri Sendiri
Selasa, 10 Mei 2011 – 00:22 WIB
Koneksitas antar bagian, antar instansi juga harus diperkuat. Seperti 6-10 Mei ini ada Sail Bali Fremantle (SBF), orang-orang Australia berlayar dengan yachts, race dan reli dari Perth ke Bali. “Bayangkan, ada 200-an kapal, satu kapal 5-6 orang, ditambah dengan tim yang sudah menjemput dengan pesawat? Mereka itu orangorang berduit,” jelasnya. Olahraga air, kata Sapta, kita memang tertinggal. Indonesia ini negara kepulauan, archipelago. Tetapi tidak banyak orang mencintai air. Rumah-rumah tidak menghadap ke laut, tetapi membelakangi laut. Kecintaan terhadap potensi laut juga sangat tipis. Olahraga yang disukai secara otomatis juga olahraga daratan semua. “Padahal laut kita paling seksi di mata dunia maritim,” sebut pria berkacamata ini. “Orang kaya di Indonesia, kalau sudah punya mobil mewah dua atau tiga, masih beli mobil dan rumah di Menteng atau Pondok Indah. Berbeda dengan orang asing, mereka beli kapal diparkir di dermaga. Sampai-sampai ada yang kapalnya di parkir di rumah, digandeng dengan mobilnya?” tuturnya.
Kawasan Indonesia Timur, kata dia, sudah mulai membuka diri untuk memanfaatkan keindahan laut sebagai komoditas. Sail Banda, Sail Bunaken, fishing dan yacht akan menambah popular pariwisata laut di Indonesia. “Sulawesi Utara, makin agresif menggarap pariwisata dan dijadikan salah satu lokomotif untuk pengembangan ekonomi daerah,” jelas Sapta. Satu hal yang sempat dikritisi Duta Besar Indonesia di Abu Dhabi, M Wahid Supriyadi. Soal bebas visa untuk orang-orang UEA yang hendak bepergian wisata ke Indonesia. Ini keluhan yang sering muncul di KBRI, bagi orang-orang Emirat yang hendak merencanakan perjalanan wisata ke Indonesia. “Singapore, Thailand, Malaysia sudah melakukan strategi free visa, untuk turis. Karena itu turisme mereka hidup,” kata Wahid. Bagaimana dengan security-nya? “Zaman teknologi seperti sekarang ini bisa diatasi dengan mudah. UEA misalnya, menggunakan scan mata, foto wajah, IT akan mengontrol dengan cepat dan mudah. Kalau alasannya keamanan, selama ini dengan cara yang konvensional masih banyak bom di mana-mana? Juga tidak teratasi? Security-nya yang juga harus dibuat sistematis dan berbasis teknologi,” ungkapnya.
Visa yang dikeluarkan untuk keperluan wisata, kata dia, hanya satu bulan. Padahal, mereka ini tergolong wisatawan yang long stay. Kalau cocok, bisa 2-3 bulan, terutama Juni-Juli-Agustus. Sebab, di Timur Tengah itu sedang panas menyengat yang tidak nyaman, sehingga orangorang kaya cenderung membawa seluruh keluarga –termasuk pembantunya—mengungsi menjadi wisatawan. “Saya sering mendapat komplain, mengapa tidak dibuat 2 bulan visanya? Harus bolak-balik untuk mengurus visa? Yang ini, sudah bisa kita atasi,” tuturnya. Lagi-lagi, Wahid menyoroti soal infrastruktur, baik fisik seperti fasilitas airport, maupun non fisik, seperti keramahan, kejujuran dan tidak suasana menakutkan. Hanya Bali yang sudah menyadari, karena hidupnya pariwisata menjadi sandaran utama. Jangan sampai, mendarat di bandara internasional, mau kencing saja, harus menahan napas panjang, karena bau dan tidak bersih? (don)
Padang pasir! Apa lucunya? Kecuali bikin sepatu berdebu, muka dan rambut kotor, dan harus melindungi mata dengan kacamata? Mau tertawa saja harus
Redaktur & Reporter : Tim Redaksi
BERITA TERKAIT
- Batal Didatangi Massa Buruh, Balai Kota DKI Lengang
- Jangan Menunggu Bulan Purnama Menyapa Gulita Malam
- Dua Kali Getarkan Gedung, Bilateral Meeting Jalan Terus
- Agar Abadi, Tetaplah Menjadi Bintang di Langit
- Boris Yeltsin Disimbolkan Bendera, Kruschev Seni Kubisme
- Eskalator Terdalam 80 Meter, Mengusap Mulut Patung Anjing