Berkarya Agar Film Indonesia tak Diremehkan Dunia
Setelah beberapa tahun bergelut dengan bisnis keluarga bukan berarti kecintaan Sutrisno pada dunia film hilang begitu saja. Justru ia mulai semangat bergerilya mencari rekan-rekan dengan ide kreatifitas yang sama di dunia film. Tak butuh waktu lama, tahun 2008 berdirilah perusahaan film pertama miliknya, PT Mutiara Warna Indonesia.
Sarjono kemudian mengembangkan sayap bisnisnya dengan membentuk perusahaan film PT Skylar Picture. Dalam beberapa tahun saja, bisnisnya berkembang pesat menjadi Aletta Pictures, Aletta Concerts Skylar TV, Stromotion, D’Color Films, Trilogy Live, Skylar Comics, dan Aletta Int Talent, yang tergabung dalam induk perusahaan bernama Stro World.
Sarjono pun menunjukan bakat alaminya sebagai seorang sineas cerdas. Meski belajar secara otodidak, Ayah dari Jaythaneal Skylar Sutrisno dan Jadrianna Aletta Sutrisno ini langsung memasang idealisme sendiri untuk setiap karya-karyanya. Beberapa cerita film berasal dari ide kreatifnya sendiri, yang memprioritaskan mengangkat tema film tentang cinta keluarga.
“Pertama kali produksi kita hanya buat film-film DVD atau FTV. Baru pada tahun 2009 kita mulai produksi layar lebar berjudul Jinx, Tebus, Surat Kecil Untuk Tuhan, Hasduk Berpola dan The Witness,” katanya.
Film Surat Kecil Untuk Tuhan, yang diangkat dari kisah nyata perjuangan seorang seorang anak berumur 13 tahun, pengidap Rhabdomyosarcoma (kanker jaringan lunak), langsung melambungkan PT Skylar Picture. Film ini berhasil menempatkan pemainnya meraih nominasi Piala Citra untuk aktor dan aktris terbaik.
Sedangkan di film lainnya, The Witness, yang diproduksi tahun 2012, Sarjono Sutrisno mulai memiliki target Go Internasional dalam berkarya. Ia berhasil menggaet aktris terkenal asal Philipina, Gwen Zamora, sebagai pemeran utama filmnya.
Film ini tidak hanya sukses di dalam negeri, namun juga di negeri asal Zamora. Bahkan film Sarjono ini berhasil mendapatkan ‘Great A’, sebuah penilaian tertinggi yang diberikan lembaga sensor film di sana. Karena mendapatkan prestasi itu, pemerintah Philipina memberikan kebebasan pajak untuk film ini dengan tujuan agar industri film Philipina juga bisa menghasilkan karya-karya berkualitas layaknya The Witness.
The Witness bagi Sarjono bukan hanya pembuktian karyanya bisa menembus pasar Asia, tapi juga sebuah pembuktian bahwa anak Indonesia bisa melahirkan karya-karya yang layak ditonton penikmat film di banyak negara.
Lama tinggal di Amerika, tidak lantas membuatnya lupa kembali ke tanah kelahirannya, Indonesia. Di negara kiblat industri film dunia, ia menyerap
- Rumah Musik Harry Roesli, Tempat Berkesenian Penuh Kenangan yang Akan Berpindah Tangan
- Batik Rifaiyah Batang, Karya Seni Luhur yang Kini Terancam Punah
- 28 November, Masyarakat Timor Leste Rayakan Kemerdekaan dari Penjajahan Portugis
- Eling Lan Waspada, Pameran Butet di Bali untuk Peringatkan Melik Nggendong Lali
- Grebeg Mulud Sekaten, Tradisi yang Diyakini Menambah Usia dan Menolak Bala
- AKBP Condro Sasongko, Polisi Jenaka di Tanah Jawara