Berlin Merasa Sudah Tidak Tahan Lagi, Ingin Disuntik Mati

Berlin Merasa Sudah Tidak Tahan Lagi, Ingin Disuntik Mati
SUNTIK MATI: Berlin Silalahi, tergolek lemas diatas tikar didampingi anak dan isteinya di ruangan dapur kantor Advokasi Rakyat Aceh (YARA), akibat menderita penyakit lumpuh sejak tahun 2013 lalu, Banda Aceh, Kamis (4/5). Foto: HENDRI/RAKYAT ACEH

Apabila ada yang menghendaki dan dilaksanakan oleh dokter atau siapa pun, perbuatan tersebut termasuk kategori pembunuhan berencana sehingga pelaku bisa dijerat pasal 340 KUHP.

’’Karena itu, di Indonesia tidak diperbolehkan,’’ ujarnya. ’’Kecuali dokternya bersedia untuk dihukum sebagai pembunuh,’’ tambah dia.

Sepengetahuan Fickar, belum pernah ada permohonan suntik mati yang diajukan WNI kepada PN mana pun di Indonesia. ’’Mungkin ini (permohonan Berlin, Red) yang pertama,’’ ungkapnya.

Dalam etika medis juga demikian. Dokter tidak dibenarkan untuk melakukan tindakan eutanasia aktif. Tindakan tersebut dilarang, baik dalam tinjauan medis maupun agama.

’’Insya Allah, manusia selalu berikhtiar untuk menjaga kelangsungan hidup. Termasuk ikhtiar di bidang medis. Apalagi dari sudut hukum agama, manusia dilarang bunuh diri,’’ jelas Direktur Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Fidiansjah.

Sekjen Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Adib Khumaidi menimpali, suntik mati tidak dibenarkan dalam kode etik profesi dokter di Indonesia.

’’Sekarang kalau KUHP tegas melarang, kode etik dokter juga melarang. Mau minta dikabulkan ke siapa lagi? Tidak bisa,’’ tegasnya.

Adib menyatakan, kode etik dokter melarang eutanasia karena pertimbangan kemanusiaan. Dia menjelaskan, jangan sampai ke depan ada orang yang nyeri sedikit, putus asa sedikit, minta disuntik mati.

Penderitaan terus menguntitnya hingga usianya 52 tahun. Dia pun akhirnya menyerah. Dia ingin mati secara ’’legal’’ dengan

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News