Bermain Yoyo versus Bercermin Diri
Senin, 02 Februari 2009 – 16:14 WIB
SEORANG perempuan berurai air mata. Seorang pria di pojok yang lain menangis sesenggukan karena bangga mempunyai pemimpin yang memberi harapan bagi masa depan Amerika Serikat (AS). Barrack “Barry” Obama si mantan anak Menteng itu memang beda. Ia berkulit hitam, warna yang baru dan indah, setidaknya karena selama ini presiden AS senantiasa putih kulitnya. Bung Karno mengagumi Jean Jaures. Kata, bagi Bung Karno, bukan sekedar kata terbawa nafas dari kerongkongan. Terbukti kata-kata Soekarno dipekikkan rakyat, juga oleh anak-anak SMA di Jakarta hingga ke pelosok desa, misalnya tentang “Ganyang Malaysia” atau “Amerika go to hell.” Kata-kata Soekarno terbang bagai burung bersayap dan hinggap di sukma rakyat.
Kata-kata Barry pun menyentuh, seperti kita saksikan dalam konvensi Partai Demokrat di Denver, AS, akhir Agustus 2008 lalu. Terbukti, Barry menang, dan kini menjadi pemimpin nomor wahid di negeri itu.
Baca Juga:
Kita pun terkenang tokoh Prancis, Jean Jaures yang seusai ia berpidato, setiap orang ingin hendak memeluk orang di sebelahnya. Tentang demokrasi, ia berkata bahwa kaum buruh berhak duduk di parlemen dan menjatuhkan seorang menteri dari kursinya. Tetapi di dalam pabrik, mereka bisa dipecat dan menjadi seorang penganggur.
Baca Juga: