Bermain Yoyo versus Bercermin Diri
Senin, 02 Februari 2009 – 16:14 WIB
Kata bagi Bung Karno, Jean Jaures, juga bagi Iwan Fals dalam lirik lagu-lagunya bukan cuma jalinan huruf. Tapi magnet, gelora yang menghunjam ke lubuk hati. Kata-kata yang meluncur dari hati dan mulut mereka tak lagi masuk melalui telinga, tapi langsung menelusup ke balik garga dada. Kata-kata yang imajinatif itu bagai “kata kerja” bukan “kata benda.”
Apakah kata-kata seperti itu akan bergema menyongsong Pemilu 2009? Kita harap begitu, walau di awal-awal ini kita telah mendengar metafora “main yoyo” versus “nonton bola” yang menghiasi jagat politik Indonesia terkini, seperti ramai di-blow up media massa.
Yang satu melukiskan betapa nasib rakyat dipermainkan bagai main yoyo. BBM hanya turun 25% padahal minyak mentah dunia anjlok 70%. Harga sembako kian mahal, kesenjangan ekonomi melebar, terbukti jumlah orang miskin dan penganggur berkecambah juga. Artinya, pemerintahan sekarang gagal memenuhi janji.
Yang dikritik menyahut dengan kiasan cermin, karena yang pertama pernah memimpin negeri ini. Ia selipkan sindiran, bercerminlah dulu sebelum mengkritik orang lain. Ia balas pula serangan itu dengan angka-angka. Harga sembako, jumlah orang miskin dan penganguran menurun, dan berbagai anggaran pro rakyat miskin telah naik berlipat-lipat.