Bermula dari Dahlan, agar Cangkok Hati Lebih Terjangkau

Bermula dari Dahlan, agar Cangkok Hati Lebih Terjangkau
Tim dokter dan perawat RSUD dr Soetomo Surabaya bersama Presiden Direktur OOTC Prof Dr Shen Zhongyang. Perawat Eko tak tampak karena sedang memotret rekan-rekannya ini.
Mereka baru tergugah untuk melangkah ke bidang itu setelah Dahlan mengungkapkan keinginan dan dukungannya. Masalahnya, dukungan saja tidak cukup. Apalagi, kalau transplannya harus menggunakan donor cadaver (mayat). Ketika itu, donor hidup belum terpikirkan meski di Jakarta dan Bandung sudah ada beberapa orang yang menjadi donor hidup bagi transplantasi liver. Apalagi, Dahlan sendiri ditransplan dengan donor cadaver.   

Meski cadaver berarti mayat atau orang yang sudah meninggal, itu tidak berarti bahwa organ semua mayat bisa digunakan untuk transplantasi. Organ mayat yang bisa didonorkan adalah organ yang masih "hidup." Artinya, masih dialiri oksigen.

Tubuh mendapatkan oksigen dari paru-paru, melalui darah yang mengalir. Darah hanya bisa mengalir kalau jantung tetap berdenyut. Seseorang dinyatakan meninggal kalau batang otaknya sudah mati. Kematian batang otak ditandai dengan berhentinya reaksi tubuh terhadap segala bentuk rangsangan. Mulai panggilan, cubitan, tusukan (jarum, misalnya) maupun sinar yang diarahkan ke pupil.    

Organ tubuh sendiri tak bisa bertahan "hidup" lebih dari 20 menit, setelah batang otak mati. Kecuali jantung dan parunya dipertahankan tetap bergerak dan mengalirkan darah serta oksigen. Ini berarti orang itu harus dalam keadaan tersambung dengan alat bantu pernapasan, sejak sebelum atau sesaat setelah batang otaknya mati.  Alat bantu napas berfungsi mengalirkan oksigen ke paru dan mendorong jantung untuk tetap bergerak.   

Impian RSUD dr Soetomo Surabaya untuk menjadi pusat transplantasi liver segera terwujud. Pekan lalu tim dokter dan perawat rumah sakit pendidikan

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News