Berpotensi 15 Tahun Hidup di Bui, Mbak Rita Bilang Begini
jpnn.com, JAKARTA - Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut Bupati Kutai Kartanegara (nonaktif) Rita Widyasari hukuman penjara 15 tahun dan denda Rp 750 juta subsider 6 bulan kurungan.
Rita Widyasari tidak banyak berkata ketika mendengar tuntutan yang disampaikan jaksa di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (25/6).
Namun, dia menilai, tuntutan yang dimohonkan jaksa kepada majelis hakim itu terlalu berat. ”Terlalu tinggi,” ujar Rita singkat.
Jaksa penuntut umum (JPU) KPK mendalilkan bahwa Rita bersama dengan orang kepercayaannya, Khairudin terbukti bersalah menerima gratifikasi sebesar Rp 248,9 miliar yang berhubungan dengan perizinan dan pungutan fee-fee proyek di Kukar. Gratifikasi itu terhitung sejak Juni 2010 hingga Agustus 2017 atau selama Rita menjabat sebagai bupati Kukar.
Selain itu, Rita juga dituntut bersalah menerima suap sebesar Rp 6 miliar dari Hery Susanto Gun alias Abun berkaitan dengan izin lokasi PT Sawit Golden Prima yang diterbitkan Rita. Artinya, dalam dakwaan pertama dan kedua, Rita dinilai terbukti bersalah oleh jaksa.
”Perbuatan terdakwa tidak mendukung pemerintah dalam pemberantasan korupsi,” kata jaksa KPK Arif Suhermanto.
Berbeda dengan Rita, Khairudin kemarin dituntut hukuman penjara 13 tahun dan denda Rp 750 juta subsider 6 bulan kurungan. Tuntutan penjara untuk komisaris PT Media Bangun Bersama (MBB) itu hanya selisih dua tahun dengan Rita.
Bupati Kukar nonaktif Rita Widyasari dituntut 15 tahun penjara dalam perkara dugaan gratifikasi sebesar Rp 248,9 miliar.
- Inilah Putusan KPK soal Penggunaan Jet Pribadi Kaesang bin Jokowi
- Kasus Suap Vonis Bebas hingga Kasasi Ronald Tannur di MA, Ribuan Hakim Kecewa
- Kejagung Sita Hampir Rp 1 T di Kasus Suap Kasasi Ronald Tannur, ART: Rekor
- Eks Pejabat MA Terseret Kasus Suap 3 Hakim PN Surabaya yang Memvonis Bebas Ronald Tannur
- KPK Dalami PNBP dari Tambang Batu Bara ke Anak Buah Sri Mulyani
- Vonis Bebas Ronald Tannur oleh 3 Hakim PN Surabaya Diduga Dibarter Uang Miliaran Rupiah, Duh