Bersepeda Melintasi Andalusia dan Mendaki Gunung Tertinggi Afrika Utara (2-Habis)

Bersepeda Melintasi Andalusia dan Mendaki Gunung Tertinggi Afrika Utara (2-Habis)
Paimo Hertadimas.
Namun, peluang itu akhirnya datang juga. Pada Senin (9/8), dua hari setelah tiba di Rabat, saya bermaksud mengunjungi kota Marrakes dan Casablanca dengan diantar anggota PPI (Persatuan Pelajar Indonesia) Maroko, yaitu M. Sabiq Al Hadi, 25, dan Islahudin Fahmi, 18. Dalam perjalanan menuju Marrakes dengan menggunakan kereta api selama hampir lima jam itulah, hasrat melakukan pendakian muncul lagi. Kebetulan saya sudah hafal luar kepala kota maupun rute yang bakal kami lalui.

 

Setiba di Marrakes, kami bertiga makan malam di sebuah kafe di kawasan lapangan Jemaa el Fna (Jemaa el Fna Square), lalu mencari warung internet buat melengkapi data yang kami perlukan. Setelah itu, kami bermalam di salah satu kamar kontrakan mahasiswa Indonesia di kota tersebut. Sebelum memejamkan mata, pikiran saya masih dipenuhi rencana apa yang harus dilakukan.

 

Semua peralatan untuk pendakian ada di  Rabat. Namun, ada peluang di depan pelupuk mata. Tidak sekadar bonek (bondo nekat). Tapi, semua sudah saya perhitungkan. Dengan pemikiran, kalaupun tidak punya tenda, setidaknya bisa bermalam di hut (pondok pendaki)

 

Keesokan harinya, dengan menumpang taksi, kami menuju Imlil. Dari sana kami berjalan kaki sekitar enam jam sampai hut terakhir yang dinamai Refuse du Toubkal (3.207 meter). Kami berkemah dengan tenda sewaan dari hut dan menggunakan selimut tebal sebagai pengganti sleeping bag. Malam itu hujan lebat diawali hujan es. Suhu udara meluncur drastis ke kisaran 12 derajat Celsius. Tapi, kami bertiga bertahan di dalam tenda, meringkuk dalam selimut.

 

Komunitas pencinta sepeda yang terhubung di dunia maya memudahkan para pesepeda jauh Indonesia saat berkelana ke luar negeri. Namun, yang tak kalah

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News