Bersihkan Makam Malam Jumat, Jengkel pada Peziarah tak Sopan

Mertonegoro di tengah, sebelah barat Retnaningrum (istrinya), dan sebelah timur adalah makam anak bungsunya (nomor empat).
‘’Anak yang pertama dimakamkan di Solo, nomor dua di Trenggalek, sedangkan yang ketiga di Magetan,’’ jelas Samad.
Ketiga makam itu diberi selambu putih. Sembari sedikit menyingkapnya, Samad berkisah panjang lebar tentang sejarah Mertonegoro.
Sejatinya, Mertonegoro merupakan Bupati ke-13 Ponorogo terhitung sejak masa pemerintahan pertama, Bathoro Katong.
Mertonegoro menjabat Bupati pada 1819 sampai 1854, bertepatan dengan wafatnya.
‘’Sebelumnya, pemerintahan Ponorogo Kota Lama ada di wilayah Timur. Semenjak Eyang Mertonegoro menjabat bupati, pemerintahan dipindah seperti yang sekarang ini. Dipindah atas perintah Belanda dulu,’’ jelas Samad.
Selama sepuluh tahun, Mertonegoro membangun kota baru. Alun-alun dan dua pasar yang sekarang disebut Pasar Legi Songgolangit dan Pasar Lanang, disebut Samad sebagai hasil pembangunan masa pemerintahan Mertonegoro.
‘’Sekarang bentuknya memang sudah berubah karena direnovasi, tapi itu bukti sejarah pemerintahan Eyang Mertonegoro. Mungkin hal tersebut tidak banyak yang tahu,’’ ujarnya.
Samad, sang juru kunci Makam Kanjeng Raden Mas Arya Mertonegoro, merasa jengkel dengan sikap peziarah yang tidak sopan.
- Kontroversi Rencana Penamaan Jalan Pramoedya Ananta Toer, Apresiasi Terhalang Stigma Kiri
- Kisah Jenderal Gondrong ke Iran demi Berantas Narkoba, Dijaga Ketat di Depan Kamar Hotel
- Petani Muda Al Fansuri Menuangkan Keresahan Melalui Buku Berjudul Agrikultur Progresif
- Setahun Badan Karantina Indonesia, Bayi yang Bertekad Meraksasa demi Menjaga Pertahanan Negara
- Rumah Musik Harry Roesli, Tempat Berkesenian Penuh Kenangan yang Akan Berpindah Tangan
- Batik Rifaiyah Batang, Karya Seni Luhur yang Kini Terancam Punah