Bertahan Lebih Lama, Jatuh karena Bencana

Bertahan Lebih Lama, Jatuh karena Bencana
Bertahan Lebih Lama, Jatuh karena Bencana
Dalam jajak pendapat yang diselenggarakan pada 20 dan 21 Agustus itu, lebih dari separo responden menganggap respons Kan atas masalah gempa bumi dan tsunami terlalu lamban. Bahkan, dia juga dinilai terlalu bertele-tele dalam mengambil keputusan untuk mundur. Seharusnya, menurut jajak itu, begitu dia merasa gagal menanggulangi bencana nasional yang disusul krisis nuklir tersebut, Kan langsung mundur.

Pada Juni lalu, atas desakan rakyat dan oposisi, Kan berjanji bakal mundur sebagai kepala pemerintahan. Dia menjadikan tiga legislasi (perundangan) yang diusulkannya demi perbaikan internal pemerintahan sebagai tameng. Beralasan karena mengawal tiga undang-undang terkait perekonomian, rekonstruksi gempa bumi dan tsunami, serta krisis energi, Kan pun menunda pengunduran dirinya.

Sebanyak 32 responden Mainichi Shimbun menganggap kebijakan Kan yang menunda pengunduran dirinya sebagai tindakan yang masuk akal. Tetapi, 51 persen yang lainnya menganggapnya terlalu mengulur waktu. Menurut mereka, Kan sudah harus hengkang dari pemerintahan sejak krisis nuklir merebak di PLTN Fukushima Daiichi.

Kinerja Kan maupun pendahulunya ikut memengaruhi pendapat publik terhadap DPJ. Pada Rabu lalu, dukungan untuk DPJ yang saat ini menguasai pemerintahan hanya berkisar 13 persen. Sebaliknya, dukungan bagi LDP berada di level 22 persen. Untuk kali pertama, selisih persentase dukungan DPJ dan LDP terpaut sembilan persen.

TOKYO - Dibandingkan dua perdana menteri (PM) pendahulunya, Naoto Kan, 64, memiliki daya tahan relatif lebih baik. Setidaknya, pemimpin Partai Demokratik

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News