Bertemu Satpol Tampan Sekali
Minggu, 18 April 2010 – 15:04 WIB
Memori Koja
Saya membayangkan, nama Koja mestinya harus segera mengingatkan anggota Satpol PP, juga komandan dan atasan mereka, Walikota dan Gubernur, kepada Peristiwa Priok pada 1984. Kala itu pun, tempik sorak terdengar dan kemudian darah berlelehan. Memori kolektif kita kembali kecut.
Di Koja juga terhimpun masyarakat miskin yang dikalahkan oleh sistem perekonomian. Di Koja juga ada FPI dan umat yang memandang tokoh agama seperti Mbah Priok sebagai pemuka sakral dan kharismatik.
Potret macam itu, mestinya secara psikologis-sosial membutuhkan pendekatan yang tepat. Apalagi jika komunikasinya tak jelas, misalnya mana yang hendak dibongkar dan mana yang tidak akan segera menimbulkan resistensi yang dahsyat.
Saya menjadi terbayang bahwa dekonstruksi Satpol PP itu akan menyangkut pola rekrutmennya. Harus menepiskan pelamar yang berlatar mantan preman atau residivis. Ini bukan generalisasi. Tapi, melihat kasus Satpol PP di berbagai belahan tanah air, sinyalemen itu layak diverifikasi.