Besarkan Anak Difabel di Australia, Orang Tua Asal Indonesia Saling Membantu Lewat Grup WhatsApp
Selain harus menanggung perasaan dalam diri sendiri, ia juga harus menguatkan diri ketika berhadapan dengan orang lain, yang beberapa di antaranya masih memiliki stigma terhadap anaknya, seperti disangka akibat penyakit "turunan" atau "karma".
"Kami harus melalui banyak sekali reaksi, seperti penyangkalan, rasa cemas, takut, depresi, rasa bersalah, amarah, sampai pada akhirnya bisa menerima," kata Kathy.
Namun Kathy merasa sangat beruntung dan terberkati, karena mendapatkan dukungan kesehatan, finansial, dan emosional dari pemerintah dan komunitas di Australia.
Sebagai penyandang disabilitas di Australia, Oliver mendapatkan tempat parkir dan stiker mobil khusus penyandang disabilitas serta potongan biaya untuk mengakses transportasi umum.
Oliver, yang berkewarganegaraan Australia juga mendapatkan bantuan dari skema NDIS, khusus penyandang disabilitas, serta Medicare, setara BPJS, untuk membiayai keperluan seperti terapi, imunisasi, dan peralatan.
Kathy juga mendapatkan bantuan keuangan dari Centrelink karena dianggap bekerja penuh waktu dengan merawat Oliver.
Tapi yang menurutnya paling penting adalah dukungan dari komunitas, apalagi dari para orangtua yang juga memiliki anak-anak difabel.
"Dukungan emosional sangatlah penting karena ini bukan perjalanan jangka pendek. Kita memiliki anak penyandang disabilitas seumur hidup."
Sejumlah orang tua asal Indonesia mengaku jika membesarkan anak-anak mereka di Australia tidaklah mudah karena perbedaan budaya
- Usia Penonton Konten Pornografi di Australia Semakin Muda
- Dunia Hari Ini: Israel Menyetujui Gencatan Senjata Dengan Hizbullah
- WhatsApp Siapkan Tampilan Baru yang Lebih Berwarna
- Siapa Saja Bali Nine, yang Akan Dipindahkan ke penjara Australia?
- Dunia Hari Ini: Menang Pilpres, Donald Trump Lolos dari Jerat Hukum
- Dunia Hari Ini: Kelompok Sunni dan Syiah di Pakistan Sepakat Gencatan Senjata