Besarkan Pabrik Dulu, Baru Dirikan Museum
”Terpaksa saat itu kami menggunakan bahan baku seadanya. Di kemudian hari kami memutuskan untuk mendirikan pabrik tekstil sendiri biar tidak bergantung pada bahan baku dari luar,” bebernya.
Kini usaha tersebut mulai ditularkan ke anak-anaknya. Bahkan, Santosa membebaskan anaknya untuk berkreasi dalam mengembangkan bisnisnya. Tidak harus seperti yang dilakukan orang tuanya. ”Saya tidak pernah memaksa mereka melakukan apa pun, terserah anak-anak. Sebab, kalau dipaksa, justru tidak akan berkembang,” tutur bapak empat anak (satu meninggal) itu.
Sudah lima tahun terakhir Santosa benar-benar lepas tangan. Dia menyerahkan semua usahanya kepada putra-putrinya. Dia yakin anak-anaknya mampu mengembangkan dan melestarikan batik lebih baik dibanding era dirinya.
Diana Santosa, putri kedua Santosa Doellah, mengakui bahwa dedikasi bapaknya terhadap batik sangat tinggi. Karena itu, tidak ada satu pun kebijakan sang bapak yang tidak di-support keluarga. Termasuk saat Santosa memutuskan membeli Dalem Wuryaningratan untuk keperluan Museum Batik. Keluarga memahami, diperlukan banyak waktu, tenaga, dan biaya untuk mendirikan museum tersebut. ”Tapi, kami tahu hal itu sangat berarti untuk bapak,” ujar perempuan 44 tahun tersebut.
Begitu mendapat kepercayaan dari sang ayah, Diana bersama saudara-saudaranya mulai berbenah. Salah satunya dengan membentuk tim desain yang khusus mendesain motif sampai cutting busananya. Rupanya, strategi pengadaan tim desain saat itu sangat tepat. Sebab, tidak lama kemudian, terjadi booming batik di Indonesia. Diana pun sudah siap meramaikan pasar batik dengan potongan yang bervariasi.
”Semakin ke sini, batik terus diminati. Karena itu, dalam empat tahun terakhir kami menambah sepuluh desainer muda untuk memperkuat tim desain,” papar alumnus Fakultas Ekonomi Universitas Trisakti Jakarta tersebut.
Agar desainnya terus up-to-date, Diana merekrut para desainer muda dari sekolah-sekolah desain yang modern. Misalnya dari sekolah desain Esmod dan LaSalle College. Dalam satu bulan, mereka dituntut harus bisa menghasilkan enam desain baru. Mulai motif batik sampai pola cutting bajunya.
Diana juga pernah memberi tugas para desainernya untuk mengombinasikan motif batik barunya dengan motif yang pernah ngetren. Maka, tim desain lalu menggabungkan motif hound’s-tooth dengan batik. Hasilnya, pasar sangat menyukainya. ”Desain itu langsung ludes di semua butik kami,” ujarnya.
AROMA bunga setaman menguar begitu memasuki Museum Batik, Jalan Brigjen Slamet Riyadi, Solo. Aroma itu berasal dari mangkuk-mangkuk kecil berisi
- Eling Lan Waspada, Pameran Butet di Bali untuk Peringatkan Melik Nggendong Lali
- Grebeg Mulud Sekaten, Tradisi yang Diyakini Menambah Usia dan Menolak Bala
- AKBP Condro Sasongko, Polisi Jenaka di Tanah Jawara
- MP21 Freeport, Mengubah Lahan Gersang Limbah Tambang Menjadi Gesang
- Sekolah Asrama Taruna Papua, Ikhtiar Mendidik Anak-anak dari Suku Terpencil Menembus Garis Batas
- Kolonel Zainal Khairul: Pak Prabowo Satuan Khusus, Saya Infanteri dari 408